Amalia tartila
Tugas 3 serba-serbi kesling
Pengelolaan dan penanggulangan Limbah
di sekitar kita
Dari mana sih limbah
itu? Mengapa limbah sangat menggangu? Adakah nilai positif dari limbah? Apa
saja upaya pengelolaan limbah di rumah sakit? Disini kami akan menjelaskan sedikit
tentang limbah.
Jutaan jenis sumber penyakit setiap saat mengancam
lingkungan kita. Sebagiannya berasal dari limbah, baik limbah industri, limbah rumah tangga maupun limbah rumah sakit. Penelitian dan pencarian solusi terus
dilakukan. Tantangan ke depan adalah bagaimana mendaur ulang limbah yang
ditakuti menghasilkan bahan yang dibutuhkan.
Pengertian limbah
Limbah adalah sisa/buangan dari suatu usaha dan/atau kegiatan manusia. (PP
No. 18 Tahun 1999 Jo PP 85/1999).
Limbah dapat dikelompokkan berdasarkan materi penyusunnya, jenis, wujud,
sumbernya, dan kemampuannya untuk didaur ulang.
Pembagian limbah berdasarkan materi penyusunnya :
1. Unsur /atom. Contoh : mercury (Hg), timbal (Pb), arsen (As), kadmium
(Cd), iodin (I).
2. Molekul/senyawa. Contoh : karbondioksida (CO2), karbonmonoksida (CO),
sulfur dioksida (SO2), nitrogen dioksida (NO2).
3. Campuran/gabungan. Contoh : pasir, lumpur, tanah lempung.
Pembagian limbah berdasarkan jenisnya :
1. Limbah organik. Yaitu limbah yang berasal dari makhluk hidup dan mudah
membusuk/diuraikan mikroorganisme. Contoh : sisa makanan, sisa sayuran, bangkai
binatang, dll.
2. Limbah anorganik. Yaitu limbah yang tidak berasal dari makhluk hidup dan
sulit membusuk/sulit diuraikan mikroorganisme. Contoh : plastik, logam, kaca,
dll.
3. Limbah khusus (B3). Yaitu sisa suatu kegiatan yang mengandung bahan
berbahaya dan beracun, yang karena sifat dan atau konsentrasinya, baik secara
langsung maupun tak langsung merusak lingkungan hidup, kesehatan, maupun
manusia. (PP RI No. 18/1999).
Limbah B3 memiliki karakteristik antara lain :
a. Mudah terbakar (flammable), yaitu limbah yang jika berdekatan dengan
api, percikan api, gesekan atau sumber
nyala lain akan mudah menyala atau terbakar dan bila telah menyala akan terus
terbakar hebat dalam waktu lama.
b. Mudah meledak (explosive), yaitu limbah yang pada suhu dan tekanan
standar (25oC, 760 mmHg) dapat meledak atau melalui reaksi kimia/fisika dapat
menimbulkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak
lingkungan sekitar.
c. Beracun (toxic), yaitu limbah
yang mengandung pencemar yang
bersifat racun bagi
manusia atau lingkungan yang
dapat menyebabkan kematian
atau sakit yang serius
apabila masuk ke
dalam tubuh melalui pernafasan,
kulit, atau mulut.
d. Mengiritasi (irritant), yaitu limbah yang memiliki sifat : Menyebabkan
iritasi (terbakar) pada kulit; Menyebabkan
proses pengkaratan pada
lempeng baja (SAE 1020)
dengan laju korosi
lebih besar dari 6,35
mm/tahun dengan temperatur
pengujian 55 °C; Mempunyai
pH sama atau
kurang dari 2
untuk limbah bersifat asam
atau lebih besar
dari 12,5 untuk yang bersifat
basa.
e. Menginfeksi (infective), yaitu limbah yang mudah menimbulkan infeksi
(masuknya bibit penyakit ke dalam tubuh sehingga menimbulkan gejala-gejala
sakit) seperti : bagian tubuh manusia yang diamputasi; cairan dari tubuh
manusia yang terkena infeksi; limbah dari laboratorium; limbah lainnya yang
terinfeksi kuman penyakit yang dapat menular.
f. Menimbulkan kanker (carcinogenic).
g. Menimbulkan mutasi (mutagenic). Mutasi yaitu perubahan susunan genetik
yang terjadi pada makhluk hidup yang disebabkan oleh faktor dari luar/dalam
sehingga makhluk hidup tersebut memiliki sifat baru.
h. Menimbulkan kecacatan janin (teratogenic). simbol bahan kimia berbahaya.
Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang Pokok-Pokok Kesehatan menyebutkan
bahwa setiap warga negara Indonesia berhak memperoleh derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya. Oleh karena itu Pemerintah menyelenggarakan usaha-usaha
pencegahan dan pemberantasan penyakit, pencegahan dan penanggulangan
pencemaran, pemulihan kesehatan, penerangan dan pendidikan kesehatan pada
rakyat dan lain sebagainya. Usaha peningkatan dan pemeliharaan kesehatan harus
dilakukan secara terus menerus, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan di
bidang kesehatan. Sejalan dengan itu, perlindungan terhadap bahaya pencemaran
lingkungan juga perlu mendapat perhatian khusus dan diharapkan mengalami
kemajuan.
Makin disadari bahwa kegiatan rumah sakit (RS) yang
sangat kompleks tidak saja memberikan dampak positif bagi masyarakat
sekitarnya, tapi juga mungkin dampak negatif berupa cemaran akibat proses kegiatan maupun limbah yang
dibuang tanpa pengelolaan yang benar. Limbah berupa virus dan kuman yang berasal
dan Laboratorium Virologi dan Mikrobiologi dapat membahayakan kesehatan para
petugas, pasien maupun masyarakat. Sampai saat ini belum ada alat penangkalnya
sehingga sulit dideteksi. Selain itu, limbah cair, limbah padat dan limbah gas
yang dihasilkan RS dapat pula menjadi media penyebaran gangguan atau penyakit,
berupa pencemaran udara, pencemaran air, tanah, pencemaran makanan dan minuman.
Pengelolaan limbah RS yang tidak baik akan memicu resiko
terjadinya kecelakaan kerja dan penularan penyakit dari pasien ke pekerja, dari
pasien ke pasien, dari pekerja ke pasien, maupun dari dan kepada masyarakat
pengunjung RS. Tentu saja RS sebagai institusi yang sosio-ekonomis karena
tugasnya memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, tidak terlepas dari
tanggung jawab pengelolaan limbah yang dihasilkan.
Untuk menjamin keselamatan dan kesehatan awak RS maupun orang lain yang
berada di lingkungan RS dan sekitarnya, Pemerintah (dhi Depkes) telah
menyiapkan perangkat lunak berupa peraturan, pedoman dan kebijakan yang
mengatur pengelolaan dan peningkatan kesehatan di lingkungan RS, termasuk
pengelolaan limbah RS.
Di samping itu secara bertahap dan berkesinambungan Depkes juga telah
mengupayakan instalasi pengelolaan limbah pada RS-RS pemerintah. Namun
pengelolaan limbah tersebut masih perlu ditingkatkan lagi. Tantangan ke depan
adalah bagaimana "menyulap" limbah yang semula menjadi sumber
penyakit yang ditakuti masyarakat menjadi bahan yang dapat didaur ulang,
misalnya menjadi air bersih, pupuk, atau energi yang dibutuhkan masyarakat.
Potensi pencemaran limbah RS
Dalam profil kesehatan Indonesia, Depkes, 1997, diungkapkan seluruh RS di
Indonesia berjumlah 1090 dengan 121.996 tempat tidur. Hasil kajian terhadap 100
RS di Jawa dan Bali menunjukkan, rata-rata produksi sampah kering 3,2 kilogram/
tempat tidur/hari, dan produksi limbah cair 416,8 liter/tempat tidur/hari. Di
negara maju, jumlah limbah RS diperkirakan 0,5 -0,6 kilogram/tempat tidur/hari.
Analisis lebih jauh menunjukkan, produksi limbah padat 76,8 persen dan
limbah infektius 23,2 persen. Diperkirakan secara nasional produksi sampah
(limbah padat) RS sebesar 376.089 ton/hari dan produksi limbah cair 48.985,70
ton/hari. Dapat dibayangkan betapa besar potensi RS untuk mencemari lingkungan
dan kemgngkinannya menimbulkan kecelakaan serta penularan penyakit.
Dampak terhadap kesehatan
lingkungan
Limbah RS mengandung bermacam mikroorganisme bergantung pada jenis RS dan
tingkat pengolahannya sebelum dibuang. Limbah cair RS dapat mengandung bahan
organik dan anorganik yang umumnya diukur dengan parameter BOD, COD, TSS, dan
lain-lain. Sedangkan limbah padat RS terdiri atas sampah yang mudah membusuk,
mudah terbakar, dan Iain-lain. Limbah-limbah tersebut kemungkinan besar
mengandung mikroorganisme pathogen atau bahan kimia beracun berbahaya . (B3)
yang dapat menyebabkan penyakit infeksi dan dapat tersebar ke lingkungan RS
gara-gara teknik pelayanan kesehatan yang kurang memadai, kesalahan penanganan
bahan-bahan terkontaminasi dan peralatan, serta penyediaan dan pemeliharaan
sarana sanitasi yang masih buruk.
Pembuangan limbah yang cukup besar ini paling baik jika dilakukan dengan
memilah-milah limbah ke dalam pelbagai kategori dan masing-masing jenis
kategori dibuang dengan cara yang berbeda. Prinsip umum pembuangan limbah RS
adalah sejauh mungkin menghindari resiko kontaminsai dan trauma (injury).
Jenis-jenis limbah RS meliputi limbah klinik, limbah bukan klinik, limbah
patologi, limbah dapur, dan limbah radioaktif. Limbah Klinik dihasilkan selama
pelayanan pasien secara rutin, pembedahan dan di unit-unit resiko tinggi.
Contohnya perban (pembalut) yang kotor, cairan badan, anggota badan yang
diamputasi, jarum dan semprit bekas, kantung urin dan produk darah. Limbah ini
mungkin berbahaya dan mengakibatkan resiko tinggi infeksi kuman terhadap pasien
lain, staf rumah sakit dan populasi umum (pengunjung RS dan penduduk sekitar
RS). Oleh karena itu perlu diberi label yang jelas sebagai resiko tinggi.
Limbah bukan klinik meliputi kertas-kertas pembungkus atau kantong dan plastik
yang tidak berkaitan dengan cairan badan. Meskipun tidak menimbulkan resiko
penyakit, limbah ini cukup merepotkan karena memerlukan tempat yang besar untuk
mengangkut dan mambuangnya.
Limbah patologi juga dianggap beresiko tinggi dan sebaiknya di-otoklaf
sebelum keluar dari unit patologi. Limbah ini pun harus diberi label biohazard.
Limbah dapur mencakup sisa-sisa makanan dan air kotor. Berbagai
serangga seperti kecoa, kutu dan tikus merupakan gangguan bagi staf, pasien
maupun pengunjung rumah sakit.
Limbah radioaktif walaupun tidak menimbulkan persoalan pengendalian
infeksi di rumah sakit, pembuangannya secara aman perlu diatur dengan baik .
Upaya pengelolaan limbah RS
Pengolahan limbah pada dasarnya merupakan upaya mengurangi volume,
konsentrasi atau bahaya limbah, setelah proses produksi atau kegiatan, melalui
proses fisika, kimia atau hayati. Upaya pertama yang harus dilakukan adalah
upaya preventif yaitu mengurangi volume bahaya limbah yang dikeluarkan ke
lingkungan yang meliputi upaya mengurangi limbah pada sumbernya, serta upaya
pemanfaatan limbah.
Program minimisasi limbah di Indonesia baru mulai digalakkan, bagi RS masih
merupakan hal baru, yang tujuannya untuk mengurangi jumlah limbah dan
pengolahan limbah yang masih mempunyai nilai ekonomis. Berbagai upaya telah
dilakukan untuk mengungkapkan pilihan teknologi mana yang terbaik untuk
pengolahan limbah, khususnya limbah berbahaya antara lain reduksi limbah (wasfe
reduction), minimisasi limbah (waste minimization), pemberantasan limbah (waste
abatement), pencegahan peF&emaran (waste prevention) dan reduksi pada
sumbemya (source reduction).
Reduksi limbah pada sumbernya merupakan prioritas atas dasar pertimbangan
antara lain meningkatkan efisiensi kegiatan, biaya pengolahannya relatif murah
dan pelaksanaannya relatif mudah.
Berbagai cara yang digunakan untuk reduksi limbah pada
sumbernya adalah:
1. House keeping yang baik, dilakukan demi menjaga kebersihan lingkungan
dengan mencegah terjadinya ceceran, tumpahan atau kebocoran bahan serta menangani
limbah yang terjadi dengan sebaik mungkin.
2. Segregasi aliran limbah, yakni memisahkan berbagai jenis aliran limbah
menurut jenis komponen, konsentrasi atau keadaanya, sehingga dapat mempermudah,
mengurangi volume, atau mengurangi biaya pengolahan limbah.
3. Preventive maintenance, yakni pemeliharaan/penggantian alat atau bagian
alat menurut waktu yang telah dijadwalkan.
4. Pengelolaan bahan (material inventory), suatu upaya agar persediaan
bahan selalu cukup untuk ; menjamin kelancaran proses kegiatan, namun tidak
berlebihan sehingga tidak menimbulkan gangguan lingkungan, sedangkan
penyimpanan agar tetap rapi dan terkontrol.
5. Pemilihan teknologi dan proses yang tepat untuk mengeluarkan limbah B3
dengan efisiensi yang cukup tinggi, sebaiknya dilakukan sejak awal pengembangan
rumah sakit baru atau penggantian sebagian unitnya.
6. Penggunaan kantung limbah dengan warna berbeda untuk memilah-milah
limbah di tempat sumbernya, misalnya limbah klinik dan bukan klinik. Kantung
plastic cukup mahal, sebagai gantinya dapat digunakan kantung kertas yang tahan
bocor, dibuat secara lokal sehingga mudah diperoleh. Kantung kertas ini dapat
ditempeli strip berwarna, kemudian ditempatkan di tong dengan kode warna di
bangsal dan unit-unit lain.
Teknologi pengolahan limbah
Teknologi pengolahan limbah medis yang sekarang jamak dioperasikan hanya
berkisar antara masalah tangki septik dan insinerator (pembakaran). Keduanya
sekarang terbukti memiliki nilai negatif besar. Tangki septik banyak
dipersoalkan lantaran rembesan air dari tangki yang dikhawatirkan dapat
mencemari tanah. Terkadang ada beberapa rumah sakit yang membuang hasil akhir
dari tangki septik tersebut langsung ke sungai-sungai, sehingga dapat
dipastikan sungai tersebut tercermari zat medis.
Insinerator, yang menerapkan teknik pembakaran pada sampah medis, juga
bukan berarti tanpa cacat. Badan Perlindungan Lingkungan AS (United States
Environmental Protection Agency -USEPA) menemukan teknik insenerasi merupakan
sumber utama zat dioksin yang sangat beracun. Penelitian terakhir menunjukkan
zat dioksin ini menjadi pemicu tumbuhnya kanker pada tubuh. Hal yang sangat
menarik dari permasalahan ini adalah ditemukannya teknologi pengolahan limbah
dengan metode ozonisasi, satu metode sterilisasi limbah cair rumah sakit yang
direkomendasikan USEPA pada tahun 1999. Teknologi ini sebenarnya dapat juga
diterapkan untuk mengelola limbah pabrik tekstil, cat, kulit, dan lain-lain.
Ozonisasi limbah medis
Limbah cair yang dihasilkan RS umumnya banyak mengandung bakteri, virus,
senyawa kimia, dan obat-obatan yang dapat membahayakan bagi kesehatan
masyarakat sekitar RS tersebut. Limbah dari laboratorium paling perlu
diwaspadai. Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam proses uji laboratorium
tidak bisa diurai hanya dengan aerasi atau activated sludge. Bahan-bahan itu
mengandung logam berat dan infektius, sehingga harus disterilisasi atau
dinormalkan sebelum "dilempar" menjadi limbah tak berbahaya. Foto
rontgen misalnya, menggunakan cairan tertentu yang mengandung radioaktif yang
cukup berbahaya. Setelah bahan ini digunakan. limbahnya dibuang.
Sebenarnya, proses ozonisasi telah dikenal lebih dari
seratus tahun lalu. Proses ozonisasi pertama kali diperkenalkan pada tahun 1906
oleh Nies dari Prancis sebagai metode sterilisasi air minum. Penggunaan proses
ozonisasi kemudian berkembang sangat pesat. Dewasa ini, metode ozonisasi mulai
banyak digunakan untuk sterilisasi bahan makanan, pencucian peralatan
kedokteran, hingga sterilisasi udara pada ruangan kerja di perkantoran.
Dengan pemanfaatan sistem ozonisasi ini pihak RS tidak
hanya dapat mengolah iimbahnya tapi juga akan dapat menggunakan kembali air
limbah yang telah terproses (daur ulang). Teknologi ini, selain efisiensi waktu
juga cukup ekonomis, karena tidak memerlukan tempat instalasi yang luas.
TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH
CAIR TEPAT GUNA
DEWATS adalah singkatan dari “Decentralized Wastewater
Treatment system” atau sistem pengolahan air limbah terdesentralisasi. Selain
sebagai nama teknologi pengolahan limbah cair tepat guna, DEWATS juga merupakan
nama program kerjasama antara BORDA (Bremen Overseas Research and Development
associate) Jerman dengan LPTP (Yayasan Lembaga Pengembangan Teknologi Pedesaan)
Solo, BEST (Bina Ekonomi Sosial Terpadu) Tanggerang dan Bali Fokus, Bali. Sejak
tahun 1994, DEWATS Indonesia telah melayani ratusan permintaan yang sebagian
besar merupakan rumah sakit, masyarakat didaerah kumuh perkotaan, peternakan
sapi dan agro industri yang menghasilkan air limbah dengan kadar organik tinggi
semacam industri tahu-tempe.
Wakil BORDA untuk Indonesia, Andreas Ulrich mengingatkan kepada kepada
seluruh pelaku yang bergerak di bidang lingkungan hidup, n. Ia melihat saat ini
banyak pihak, khususnya LSM yang hanya dapat memetakan permasalahan, tapi lupa
– atau tak mampu – memberikan solusi yang mendetail hingga teknis. Begitu pula
halnya dengan halnya pengusaha-pengusaha yang sudah sadar dan ingin membangun
IPAL. Mereka rata-rata bingung kepada siapa harus meminta tolong membuatkan
IPAL yang tepat guna, effesien dan efektif baik dari segi investasi,
konstruksi, perawatan maupun operasional.
Berkaca dari realitas yang dialami oleh Daud dan Basuki diatas, BORDA
melalui program DEWATS Indonesia, berupaya meningkatkan kualitas lingkungan
baik kepada masyarakat di perkampungan kumuh perkotaan dengan membangun sarana
fasilitas umum maupun memberikan jasa pelayanan desain, supervisi dan
pembangunan IPAL kepada pengusaha industri, kecil dan menengah yang
membutuhkan.
Konstruksi pengolahan limbah cair DEWATS dikenal sebagai teknologi tepat guna,
karena teknologi ini tidak memerlukan biaya operasional dan pemeliharaan yang
tinggi. Bahkan beberapa “produk” pengolahan limbah DEWATS mampu menghasilkan
gas metan yang berguna sebagai bahan bakar pengganti elpiji atau minyak tanah.
Beberapa pengusaha tahu-tempe di Boyolali dan puluhan peternak sapi di
Kabupaten Semarang telah merasakan manfaat biogas dari teknologi pengolahan
limbah DEWATS ini.
Selain itu teknologi DEWATS juga dapat digunakan untuk mengolah limbah cair
rumah sakit dan hotel. Tidak kurang 20 rumah sakit dan hotel di Jawa dan Bali
telah membangun IPAL yang menggunakan teknologi DEWATS. Umumnya unit pengolahan
limbah cair rumah sakit terdiri atas pengolahan anaerob dan aerob. sebagai
pengolahan anaerob digunakan ABR (Anaerobik baffle reaktor), AF (Anaerobik
Filter) dan HSF (Horisontal Sand Filter) sedangkan proses aerob terjadi pada
kolam indikator.
Selain itu teknologi DEWATS juga dapat dipergunakan untuk mengolah limbah
domestik yang berasal dari proses mandi, cuci dan kakus. Kota Tanggerang
contohnya, dimana BEST berhasil mengembangkan CBS (Community Based Sanitation)
di berbagai perkampungan kumuh. Sebagai salah satu mitra BORDA sejak tahun 1999
sampai dengan tahun 2003 ini, BEST berhasil membangun dan mengelola 25 unit MCK
untuk masyarakat di perkampungan kumuh. MCK yang dibangun oleh BEST Tanggerang
bukan sembarang MCK.
Apakah yang membuat MCK yang dibangun oleh BEST ini berbeda? “Setidaknya
ada tiga komponen kelebihan MCK yang diberi nama MCK Plus++ ini ketimbang MCK
biasa,” jelas Hamzah, Direktur Eksekutif BEST Tanggerang. Pada sebuah MCK
Plus++ terdapat, pertama, pelayanan sanitasi untuk masyakarakat, seperti kamar
untuk mandi dan toilet juga tempat khusus untuk mencuci. Kedua, MCP Plus++
menyediakan sarana air bersih dan terakhir ialah unit pengolahan limbah DEWATS
yang terintegrasi berada dibawah struktur MCK tersebut. Tiga komponen
keunggulan itulah yang kemudian direplikasi di beberapa wilayah lain seperti di
Surabaya dan Bali.
Sebagai mitra BORDA yang paling muda, Bali Fokus baru akan melaksanakan
pembangunan MCK di Banjar Sari, Ubung, Denpasar, Bali. “MCK di Banjar Sari ini
akan diberi nama MCK Jempiring,” tutur Made Yudi Arsana, Pelaksana Program
DEWATS di Bali Fokus. Pria lulusan ITS ini mengakui persiapan sosial di Banjar
Sari membutuhkan waktu yang relatif lama. “Kami tidak ingin MCK di Banjar Sari
menjadi monumen setelah dua tahun dioperasikan,” lanjutnya. Memang selama ini
proyek perbaikan sanitasi di lingkungan kumuh yang dilaksanakan oleh pemerintah
tidak pernah berumur panjang. Penyebab utamanya ialah proyek pemerintah
tersebut sering tidak melibatkan masyarakat. Tanpa ada partisipasi aktif
masyarakat jelas tidak akan menggugah rasa kepemilikan masyarakat terhadap
fasilitas umum itu.
Maka tidak mengherankan jika program pengadaan fasilitas umum semacam MCK
Plus++ atau MCK Jempiring ini membutuhkan persiapan sosial antara 2 sampai 6
bulan. Persiapan sosial di Banjar Sari saja membutuhkan waktu 6 bulan. Dimulai
dari proses sosialisasi dengan masyarakat, penentuan lahan, desain MCK sampai
dengan kesepakatan masyarakat untuk berkontribusi dalam perawatan dan
pemeliharaannya. “Bahkan nama MCK Jempiringpun merupakan saran dari salah
seorang anggota masyarakat,” tambah Yudi. Ia merencanakan medio Bulan September
2003 yang akan datang, MCK Jempiring sudah bisa beroperasional. Lebih lanjut
pria yang masih membujang ini berjanji akan membantu masyarakat di pemukiman
padat, pengusaha tahu-tempe, peternak sapi dan babi yang berminat dan siap
berkontribusi untuk membangunkan IPAL.
PENANGANAN LIMBAH B3
Limbah B3 adalah limbah yang mengandung racun dan bahan berbahaya, yang
mungkin secara langsung dan tidak langsung merusak atau mencemari lingkungan
atau membahayakan kehidupan atau kesehatan manusia. Contoh kasus yang paling
hangat adalah Kasus Buyat di Sulawesi, dampak yang diakibatkan dari pencemaran
lingkungan yang disinyalir dari buangan proses sebuah industri pertambangan
mengakibatkan rusaknya eksosistem (pencemaran terhadap ikan dan air) serta
mengakibatkan sejumlah penyakit di masyarakat sekitar.
Aspek paling penting dalam pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun
(B3) adalah aspek pertanggungjawaban hukum (law liability). Pada limbah B3,
selain hasil akhir, cara pengelolaan juga harus memenuhi peraturan yang
berlaku. Untuk itu, diperlukan sebuah pendalaman terkait dengan konsep
pengelolaan limbah B3 dan aspek-aspek hukum pengelolaan limbah B3 sehingga
menciptakan lingkungan yang bersih dan nyaman dimana alam dan mahluk hidup
dapat hidup berdampingan dengan berusaha menanggulangi unsur-unsur kehidupan
mahluk hidup.
Rumah sakit sebagai sarana di bidang kesehatan yang menyelenggarakan
kegiatan pelayanan kesehatan serta sebagai tempat pendidikan bagi tenaga
kesehatan dan penelitian merupakan salah satu sumber penghasil limbah B3 yang
bersifat infeksius, patologis, kimia, benda-benda tajam, limbah farmasi, limbah
citotoksik dan limbah radioaktif yang pada umumnya belum mendapatkan penanganan
yang baik.
Tujuan penelitian ini adalah untuk
mendeskripsikan sistem penanganan limbah B3 di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum
Semarang tahun 2004, mengidentifikasi sumber dan karakteristik limbah B3 pada
masing-masing sumber limbah di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang,
mengetahui kuantitas limbah yang dihasilkan dan membandingkan kegiatan
penanganan limbah B3 di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum dengan standar yang
ada. Peraturan yang digunakan meliputi Peraturan Pemerintah RI No 74 tahun
2001, Keputusan Kepala Bappedal No 01/09/95 tentang bahan berbahaya dan
beracun, Keputusan Kepala Bappedal No 02/09/95 tentang dokumen limbah B3,
Keputusan KEpal Bappedal No 03/09/95 tentan persyaratan teknis pengolahan
limbah B3 dan Keputusan Kepala Bappedal No 05/09/95 tentang simbol dan label
limbah B3.
Penelitian ini mrupakan penelitian
kualitatif dengan metode deskriptif. Pengumpulan data dengan menggunakan teknik
observasi sistematis dan wawancara mendalam (indepth interview), sedangkan
analisa data diolah dengan teknik kualitatif untuk menggambarkan upaya
penanganan limbah B3 di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang yang
selanjutnya dibadingkan dengan peraturan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang menghasilkan limbah B3 padat
rata-rata 32,5 kg/hari. Limbah tersebut diolah dengan insinerator. Upaya penanganan
limbah B3 mulai dari pewadahan/pengemasan, penyimpanan, pengangkutan dan
pengolahan belum dilakukan dengan baik. Terdapat beberapa kekurangan di
berbagai tahapan seperti proses pewadahan, tempat penyimpanan dan proses
pengangkutan yang tidak sesuai.
Pembagian limbah berdasarkan bentuk/wujudnya :
1. Limbah Padat. Sering juga disebut sampah. Limbah padat diklasifikasikan
menjadi 6 yaitu :
a. Sampah organik mudah busuk (garbage), contoh : sisa makanan, sampah
sayuran, kulit buah-buahan.
b. Sampah anorganik dan organik tak membusuk (rubbish), contoh : selulosa,
kertas, plastik, kaca, logam.
c. Sampah abu (ashes), contoh : abu hasil pembakaran sampah.
d. Sampah bangkai binatang (dead animal), contoh : bangkai tikus, ikan, dan
binatang ternak yang mati.
e. Sampah sapuan (street sweeping), contoh : daun yang rontok dari pohon,
kertas, plastik.
f. Sampah industri (industrial waste), contoh : ampas tahu pada industri
tahu.
2. Limbah Cair. Yaitu segala jenis limbah yang berwujud cairan berupa air
beserta bahan-bahan buangan lain yang tercampur (tersuspensi) maupun terlarut
dalam air. Limbah cair diklasifikasikan menjadi 4 kelompok :
a. Limbah cair domestik (domestic waste water), yaitu limbah cair hasil
buangan dari perumahan (rumah tangga), perkantoran, bangunan perdagangan, dan
sarana sejenis. Contoh : air deterjen sisa cucian.
b. Limbah cair industri (industrial waste water), yaitu limbah cair hasil
buangan industri. Contoh : air sisa cucian daging, buah dan sayur dari industri
pengolahan makanan, cairan sisa pewarna tekstil dari industri tekstil.
c. Rembesan dan luapan (infiltration and inflow), yaitu limbah cair yang
berasal dari berbagai sumber yang memasuki saluran pembuangan limbah cair
melalui rembesan ke dalam tanah atau melalui luapan dari permukaan. Contoh :
luapan air buangan talang atap, pendingin ruangan, pertanian atau perkebunan.
d. Air hujan (storm water), yaitu limbah cair yang berasal dari aliran air
hujan di atas permukaan tanah.
3. Limbah Gas. Contoh : CO, CO2, NOx, SOx, HCl, H2SO4, NH3, HF, Cl2, CH4.
Pembagian limbah berdasarkan sumbernya :
1. Limbah domestik, yaitu limbah yang berasal dari kegiatan rumah tangga,
termasuk juga restoran, rumah makan, dan gedung perkantoran.
Contoh : sisa makanan, sisa sayuran, kertas, kaleng, plastik, air sabun,
deterjen, faeces dan urin.
2. Limbah industri, yaitu limbah yang dihasilkan dari kegiatan/proses
industri.
Contoh : sisa logam, kertas, logam berat, gas hasil pembakaran, dll.
3. Limbah pertanian, yaitu limbah yang dihasilkan dari kegiatan pertanian
dan perkebunan.
Contoh : limbah pupuk, pestisida, sisa tumbuhan.
4. Limbah pertambangan, yaitu limbah yang dihasilkan dari kegiatan
pertambangan.
Contoh : logam, batuan, logam berat, ceceran minyak/bahan bakar.
Baku mutu lingkungan
Yaitu ukuran batas/kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada
atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam
suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup. (UU RI No. 23 Tahun
1997)
Baku mutu lingkungan juga dapat diartikan sebagai ambang batas/batas kadar
maksimum suatu zat/komponen yang diperbolehkan berada di lingkungan agar tidak
menimbulkan dampak negatif.
Tabel baku mutu lingkungan beberapa jenis limbah.
Jenis limbah Baku mutu lingkungan
Mercury
0,001 mg/l
Arsenik
0,01 mg/l
Boron
0,3 mg/l
Kadmium
0,003 mg/l
Tembaga
2 mg/l
Sianida 0,07 mg/l
Jenis-jenis
Limbah
1. Pengelompokan Limbah Berdasarkan Sumbernya
a. Limbah domestik (rumah tangga)
Limbah domestik adalah limbah yang berasal dari kegiatan pemukiman penduduk
(rumah tangga) dan kegiatan usaha seperti pasar, restoran, dan gedung
perkantoran.
b. Limbah industri
Limbah industri merupakan sisa atau buangan dari hasil proses industri.
c. Limbah pertanian
Limbah pertanian berasal dari daerah atau kegiatan pertanian maupun
perkebunan.
d. Limbah pertambangan
Limbah pertambangan berasal dari kegiatan pertambangan. Jenis limbah yang
dihasilkan terutama berupa material tambang, seperti logam dan batuan.
e. Limbah pariwisata
Kegiatan wisata menimbulkan limbah yang berasal dari sarana transportasi
yang membuang limbahnya ke udara, dan adanya tumpahan minyak dan oli yang
dibuang oleh kapal atau perahu motor di daerah wisata bahari.
f. Limbah medis
Limbah yang bersal dari dunia kesehatan atau libah medis mirip dengan
sampah domestik pada umumnya. Obat-obatan dan beberapa zat kimia adalah contoh
limbah medis.
2. Pengelompokan Limbah Berdasarkan Jenis Senyawanya
a. Limbah organik
Limbah organik merupakan limbah yang berasal dari makhluk hidup (alami) dan
sifatnya mudah membusuk/terurai.
b. Limabah anorganik
Limbah anorganik merupakan segala jenis limbah yang tidak dapat atau sulit
terurai/busuk secara alami oleh mikroorganisme pengurai.
c. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
Limbah bahan berbahaya dan beracun adalah kelompok limbah
yang secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan, membahayakan
lingkungan, kesehatan dan kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya.
a) Definisi limbah B3 menurut BAPEDAL (1995)
Limbah B3 adalah setiap bahan sisa (limbah) suatu kegiatan proses produksi
yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) karena sifat (toxicity,
flammability, reactivity. dan corrosivity) serta konsentrasi atau jumlahnya
tidak langsung dapat merusak, mencemarkan lingkungan, atau membahayakan
kesehatan manusia.
b) Definisi limbah B3 menurut Peraturan Pemerintah RI NO. 18 Tahun 1999
B3 adalah semua bahan/senyawa baik padat, cair ataupun gasyang mempunya
potensi merusak terhadap kesehatan manusia serta lingkungan akibat sifat-sifat
yang dimiliki senyawa tersebut.
2) Sifat limbah B3
Dalam UU No. 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah, dikenal sampah
spesifik, yaitu sampah yang karena sifat, konsentrasi, dan atau volumenya
memerlukan pengelolaan khusus. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
mengandung satu atau lebih senyawa berikut ini :
- Mudah meledak (explosive)
- Pengoksidasi (oxidizing)
- Beracun (moderately toxic)
- Berbahaya (harmful)
- Korosif (corrosive)
- Bersifat mengiritasi (irritant)
- dll
3) Macam - macam limbah B3
Berdasarkan sumbernya, limbah B3 dikelompokkan menjadi :
a) Primary sludge
b) Chemicial sludge
c) Excess actived sludge
d) Digested sludge
Berdasarkan karakteristiknya tersebut, limbah B3 dapat dikelompokkan
sebagai berikut :
a) Limbah mudah meledak
b) Limbah mudah terbakar
c) Limbah reaktif
d) Limbah beracun
e) Limbah yang menyebabkan infeksi
f) Limbah yang bersifat korosif
4) Senyawa B3
Contoh limbah B3 antara lain logam berat seperti Al, Cr, Cd, Cu, Fe, Pb,
Mn, Hg, dan Zn serta zat kimia seperti pestisida, sianida, sulfida, fenol, dan
lain sebagainya.
5) Limbah B3 dalam rumah tangga
Contoh produk limbah rumah tangga berpotensi B3, yaitu sebagai berikut :
a) Dapur : pembersih lantai, kompor gas, pembersih kaca, plastik, racun
tikus, dan bubuk pembersih.
b) Tempat cucian : pembersih, detergen, pembersih lantai, bahan pencelup,
dan pembuka sumbat saluran air kotor.
c) Kamar mandi : aerosol, disifektan, hair spray, pewarna rambut, pembersih
toilet, dan medicated shampoo.
d) Kamar tidur : kamper, obat anti nyamuk, baterai, cat kuku, dan
pembersih.
e) Garasi dan gudang : oli dan aki mobil, minyak rem, catwax, pembesih
karburator, cat dan tiner, lem, pembunuh tikus, semir sepatu, dan genteng
asbes.
f) Ruang tamu : pembersih karpet, pembersih lantai, pembersih perabotan,
pembersih kaca, pengharum ruangan.
g) Taman : pupuk dan insektisida.
h) Ruang makan : bumbu dan obat.
3. Pengelompokan Limbah Berdasarkan Wujudnya
a. Limbah padat
Limbah padat atau bisa disebut sampah merupakan limbah yang terbanyak di
lingkungan. Istilah sampah diberikan kepada barang-barang atau bahan-bahan
buangan rumah tangga atau pabrik yang tidak digunakan lagi atau tidak terpakai
dalam bentuk padat.
b. Limbah cair
Menurut PP No. 82 Tahun 2001, limbah cair adalah sisa dari suatu hasil
usaha atau kegiatan yang berwujud cair. Jenis-jenis limbah cair dapat
digolongkan berdasarkan sifatnya, yaitu fisika dan sifat agregat, parameter
logam, anorganik nonmetalik, organik agregat, dan mikroorganisme.
c. Limbah gas
Jenis limbah gas yang berada di udara terdiri dari bermacam-macam senyawa
kimia. Misalnya, karbon monoksida (CO), karbon dioksida, nitrogen oksida,
sulfur dioksida, asam klorida (HCl), amonia, metan, klorin.
4. Baku Mutu Lingkungan
Baku mutu lingkungan adalah ambang batas atau batas kadar maksimum suatu
zat atau komponen yang diperbolehkan berada di lingkungan agar tidak
menimbulkan dampak negatif. Baku mutu lingkungan mencakup baku mutu limbah
padat, baku mutu air laut, baku mutu emisi, baku mutu limbah cair, dan baku
mutu air pada sumber air.
#blogspot--id.blogspot.com/2013/10/...karateristik-dan-jenis-jenis.html
Limbah Gas
Pencemaran udara dapat disebabkan oleh sumber alami maupun sebagai hasil
aktivitas manusia. Pada umumnya pencemaran yang diakibatkan oleb sumber alami
sukar diketahui besarnya, walaupun demikian masih mungkin kita memperkirakan
banyaknya polutan udara dan aktivitas ini. Polutan udara sebagai hasil
aktivitas manusia, umumnya lebih mudah diperkirakan banyaknya, terlebih lagi
jika diketahui jenis bahan, spesifikasi bahan, proses berlangsungnya aktivitas
tersebut, serta spesifikasi satuan operasi yang digunakan dalam proses maupun
pasca prosesnya. Selain itu sebaran polutan ke atmosfir dapat pula diperkirakan
dengan berbagai macam pendekatan. Bagaimana cara memperkirakan banyaknya
polutan yang keluar dari sistem operasi tertentu, serta pendekatan yang
digunakan untuk memprediksi sebaran polutan tersebut ke atmosfir akan diuraikan
pada pembahasan berikut ini.
Proses Pencemaran Udara
Semua spesies kimia yang dimasukkan atau masuk ke atmosfer yang
"bersih" disebut kontaminan. Kontaminan pada konsentrasi yang cukup
tinggi dapat mengakibatkan efek negatif terhadap penerima (receptor), bila ini
terjadi, kontaminan disebat cemaran (pollutant).
Cemaran udara diklasifihasikan menjadi 2 kategori menurut cara cemaran
masuk atau dimasukkan ke atmosfer yaitu: cemaran primer dan cemaran sekunder.
Cemaran primer adalah cemaran yang diemisikan secara langsung dari sumber
cemaran. Cemaran sekunder adalah cemaran yang terbentuk oleh proses kimia di
atmosfer.
Sumber cemaran dari aktivitas manusia (antropogenik) adalah setiap
kendaraan bermotor, fasilitas, pabrik, instalasi atau aktivitas yang
mengemisikan cemaran udara primer ke atmosfer. Ada 2 kategori sumber antropogenik
yaitu: sumber tetap (stationery source) seperti: pembangkit energi listrik
dengan bakar fosil, pabrik, rumah tangga, jasa, dan lain-lain dan sumber
bergerak (mobile source) seperti: truk, bus, pesawat terbang, dan kereta api.
Unsur-unsur Pencemar Udara
a. Karbon monoksida (CO)
`Pencemaran karbon monoksida berasal dari sumber alami
seperti: kebakaran hutan, oksidasi dari terpene yang diemisikan hutan ke
atmosfer, produksi CO oleh vegetasi dan kehidupan di laut. Sumber CO lainnya
berasal dari sumber antropogenik yaitu hasil pembakaran bahan bakar fosil yang
memberikan sumbangan 78,5% dari emisi total. Pencemaran dari sumber
antropogenik 55,3% berasal dari pembakaran bensin pada otomotif.
b. Nitrogen oksida (NOx)
Cemaran nitrogen oksida yang penting berasal dari sumber
antropogenik yaitu: NO dan NO2. Sumbangan sumber antropogenik terhadap emisi
total ± 10,6%.
c. Sulfur oksida (SOX)
Senyawa sulfur di atmosfer terdiri dari H2S, merkaptan,
SO2, SO3, H2SO4 garam-garam sulfit, garam-garam sulfat, dan aerosol sulfur organik. Dari
cemaran tersebut yang paling penting adalah SO2 yang memberikan sumbangan ± 50%
dari emisi total. Cemaran garam sulfat dan sulfit dalam bentuk aerosol yang
berasal dari percikan air laut memberikan sumbangan 15% dari emisi total.
d. Hidrokarbon (HC)
Cemaran hidrokarbon yang paling penting adalah CH4 (metana) + 860/ dari
emisi total hidrokarbon, dimana yang berasal dari sawah 11%, dari rawa 34%,
hutan tropis 36%, pertambangan dan lain-lain 5%. Cemaran hidrokarbon lain yang
cukup penting adalah emisi terpene (a-pinene p-pinene, myrcene, d-Iimonene)
dari tumbuhan ± 9,2 % emisi hidrokarbon total. Sumbangan emisi hidrokarbon dari
sumber antrofogenik 5% lebih kecil daripada yang berasal dari pembakaran bensin
1,8%, dari insineratc dan penguapan solvent 1,9%.
e. Partikulat
Cemaran partikulat meliputi partikel dari ukuran molekul s/d > 10 μm.
Partikel dengan ukuran > 10 μm akan diendapkan secara gravitasi dari
atmosfer, dan ukuran yang lebih kecil dari 0,1 μm pada umumnya tidak
menyebabkan masalah lingkungan. Oleh karena itu cemaran partikulat yang penting
adalah dengan kisaran ukuran 0,1 - 10 μm. Sumber utama partikulat adalah
pembakaran bahan bakar ± 13% - 59% dan insinerasi.
f. Karbondioksida (CO2)
Emisi cemaran CO2 berasal dari pembakaran bahan bakar dan sumber alami.
Sumber cemaran antropogenik utama adalah pembakaran batubara 52%, gas alam
8,5%, dan kebakaran hutan 2,8%
g. Metana (CH4)
Metana merupakan cemaran gas yang bersama-sama dengan CO2, CFC, dan N2O
menyebabkan efek rumah kaca sehingga menyebabkan pemanasan global. Sumber
cemaran CH4 adalah sawah (11%), rawa (34%), hutan tropis (36%), pertambangan
dll (5%). Efek rumah kaca dapat dipahami dari Gambar 30. Sinar matahari yang
masuk ke atmosfer sekitar 51% diserap oleh permukaan bumi dan sebagian
disebarkan serta dipantulkan dalam bentuk radiasi panjang gelombang pendek
(30%) dan sebagian dalam bentuk radiasi inframerah (70%). Radiasi inframerah
yang dipancarkan oleh permukaan bumi tertahan oleh awan. Gas-gas CH4, CFC, N2O,
CO2 yang berada di atmosfer mengakibatkan radiasi inframerah yang tertahan akan
meningkat yang pada gilirannya akan mengakibatkan pemanasan global.
h. Asap kabut fotokimia
Asap kabut merupakan cemaran hasil reaksi fotokimia antara O3, hidrokarbon
dan NOX membentuk senyawa baru aldehida (RHCO) dan Peroxy Acil Nitrat (PAN)
(RCNO5).
i.Hujan asam
Bila konsentrasi cemaran NOx dan SOX di atmosfer tinggi, maka akan diubah
menjadi HNO3 dan H2SO4.
Adanya hidrokarbon, NO2, oksida logam Mn (II), Fe (II), Ni (II), dan Cu
(II) mempercepat reaksi SO2 menjadi H2SO4.
HNO3 dan H2SO4 bersama-sama dengan HCI dari emisi HCI menyebabkan derajad
keasaman (pH) hujan menjadi rendah <>
Pencemaran Udara Ambien
Kualitas udara ambien merupakan tahap awal untuk memahami dampak negatif
cemaran udara terhadap lingkungan. Kualitas udara ambien ditentukan oleh: (1)
kuantitas emisi cemaran dari sumber cemaran; (2) proses transportasi, konversi
dan penghilangan cemaran di atmosfer.
Kualitas udara ambien akan menentukan dampak negatif cemaran udara terhadap
kesehatan masyarakat dan kesejahteraan masyarakat (tumbuhan, hewan, material
dan Iain-Iainnya)
Informasi mengenai efek pencemaran udara terhadap kesehatan berasal dari
data pemaparan pada binatang, kajian epidemiologi, dan pada kasus yang terbatas
kajian pemaparan pada manusia. Penelitian secara terus menerus dilakukan dengan
tujuan:
(1) Menetapkan secara lebih baik konsentrasi dimana efek negatif dapat
dideteksi,
(2) Menentukan korelasi antara respon manusia dan hewan terhadap cemaran,
(3) Mendapatkan informasi epidemiologi lebih banyak, dan
(4) Menjembatani gap informasi dan mengurangi ketidakpastian baku mutu yang
sekarang diberlakukan.
Baku mutu kualitas udara lingkungan/ambien ditetapkan untuk cemaran yaitu:
O3 (ozon), CO (karbon monoksida), NOX (nitrogen oksida), SO2 (sulfur oksida),
hidrokarbon non-metana, dan partikulat. Baku Mutu Kualitas Udara Nasional
Amerika (Tabel 13) yang telah dikaji oleh National Academics of Science and
Environmental Protection Agency (NEPA) menetapkan baku mutu primer dan baku
mutu sekunder.
Baku mutu primer ditetapkan untuk melindungi pada batas keamanan yang
mencukupi (adequate margin safety) kesehatan masyarakat dimana secara umum
ditetapkan untuk melindungi sebagian masyarakat (15- 20%) yang rentan terhadap
pencemaran udara. Baku mutu sekunder ditetapkan untuk melindungi kesejahteraan
masyarakat (material, tumbuhan, hewan) dari setiap efek negatif pencemaran
udara yang telah diketahui atau yang dapat diantisipasi.
Berdasarkan baku mutu kualitas udara ambien ditentukan baku mutu emisi
berdasarkan antisipasi bahwa dengan emisi cemaran dibawah baku mutu dan adanya
proses transportasi, konversi, dan penghilangan cemaran maka kualitas udara
ambien tidak akan melampaui baku mutunya. Salah satu contoh baku mutu emisi
adalah untuk Pembangkit Daya Uap dengan Bahan Bakar Batubara.
Faktor emisi
Apabila sejumlah tertentu bahan bakar dibakar, maka akan keluar sejumlah
tertentu gas hasil pembakarannya. Sebagai contoh misalnya batu bara yang
umumnya. ditulis dalam rumus kimianya sebagai C (karbon), jika dibakar sempurna
dengan 02 (oksigen) akan dihasilkan CO2 (karbon dioksida). Namun pada
kenyataannya tidaklah demikian.
Ternyata untuk setiap batubara yang dibakar dihasilkan pula produk lain
selain CO2, yaitu CO2 (karbon monoksida), HCHO (aldehid), CH4 (metana), NO2
(nitrogen dioksida), SO2 (sulfur dioksida) maupun Abu.
Produk hasil pembakaran selain CO2 tersebut, umumnya disebut sebagai
polutan (zat pencemar).
Faktor emisi disini didefinisikan sebagai sejumlah berat tertentu polutan
yang dihasilkan oleh terbakarnya sejumlah bahan bakar se/ama kurun waktu
tertentu. Dari definisi ini dapat diketahui bahwa jika faktor emisi sesuatu
polutan diketahui, maka banyaknya polutan yang lolos dari proses pembakarannya
dapat diketahui jumlahnya persatuan waktu.
Sebaran polutan
Polutan yang diemisikan dari sistem akan tersebar ke atmosfer.
Konsentrasi polutan di udara sebagai hasil sebaran polutan dari sumber
emisi dapat diperkirakan dengan berbagai pendekatan, diantaranya adalah dengan
model kotak hitam (black box model), model distribusi normal Gaussian (Gaussian
Model), dan model lainnya.
Plume rise (kenaikan kepulan asap)
Gerakan ke atas dari kepulan gas dari ketinggian cerobong (stack), hingga
asap mengalir secara horisontal dikenal sebagai "plume rise" atau
kenaikan kepulan asap. Kenaikan ini disebabkan adanya momentum akibat kecepatan
vertikal gas maupun perbedaan suhu "flue gas" dengan udara ambien.
Karena adanya plume rise ini, tinggi stack secara fisik tidak dapat digunakan
pada persamaan Gauss.
Sebagai gantinya, tinggi stack perlu ditambah dengan tinggi kenaikan
kepulan asap sehingga dikenal adanya tinggi stack efektif.
Korelasi Antara Pencemaran Udara dan Kesehatan
Pencemaran udara dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada manusia melalui
berbagai cara, antara lain dengan merangsang timbulnya atau sebagai faktor
pencetus sejumlah penyakit. Kelompok yang terkena terutama bayi, orang tua dan
golongan berpenghasilan rendah yang biasanya tinggal di kota-kota besar dengan
kondisi perumahan dan lingkungan yang buruk. Menelaah korelasi antara
pencemaran udara dan kesehatan, cukup sulit. Hal ini karena:
1. Jumlah dan jenis zat pencemar yang bermacam -macam.
2. Kesulitan dalam mendeteksi zat pencemar yang dapat menimbulkan bahaya
pada konsentrasi yang sangat rendah.
3. Interaksi sinergestik di antara zat-zat pencemar.
4. Kesulitan dalam mengisolasi faktor tunggal yang menjadi penyebab, karena
manusia terpapar terhadap sejumlah banyak zat-zat pencemar yang berbahaya untuk
jangka waktu yang sudah cukup lama.
5. Catatan penyakit dan kematian yang tidak lengkap dan kurang dapat
dipercaya.
6. Penyebab jamak dan masa inkubasi yang lama dari penyakitpenyakit
(misalnya: emphysema, bronchitis kronik, kanker, penyakit jantung).
7. Masalah dalam ekstrapolasi hasil percobaan laboratorium binatang ke
manusia.
Terdapat korelasi yang kuat antara pencemaran udara dengan penyakit
bronchitis kronik (menahun). Walaupun merokok hampir selalu menjadi urutan
tertinggi sebagai penyebab dari penyakit pernafasan menahun akan tetapi sulfur
oksida, asam sulfur, partikulat, dan nitrogen dioksida telah menunjukkan
sebagai penyebab dan pencetusnya asthma brochiale, bronchitis menahun dan
emphysema paru.
Hasil-hasil penelitian di Amerika Serikat sekitar tahun 70-an menunjukkan
bahwa bronchitis kronik menyerang 1 di antara 5 orang laki-laki Amerika umur
antara 40-60 tahun dan keadaan ini berhubungan dengan merokok dan tinggal di
daerah perkotaan yang udaranya tercemar.
Hubungan yang sebenarnya antara pencemaran udara dan kesehatan ataupun
timbulnya penyakit yang disebabkannya sebetulnya masih belum dapat diterangkan
dengan jelas betul dan merupakan problema yang sangat komplek. Banyak
faktor-faktor lain yang ikut menentukan hubungan sebab akibat ini. Namun dari
data statistik dan epidemiologik hubungan ini dapat dilihat dengan nyata.
Pada umumnya data morbiditas dapat dianggap lebih penting dan berguna
daripada data mengenai mortalitas. Apalagi penemuan-penemuan kelainan
fisiologik pada kehidupan manusia yang terjadi lebih dini sebelum tanda-tanda
penyakit dapat dilihat atau pun dirasa, sebagai akibat dari pencemaran udara,
jelas lebih penting lagi artinya. Tindakan pencegahan mestinya telah perlu
dilaksanakan pada tingkat yang sedini mungkin.
WHO Inter Regional Symposium on Criteria for Air Quality and Method of
Measurement telah menetapkan beberapa tingkat konsentrasi pencemaran udara
dalam hubungan dengan akibatnya terhadap kesehatan/ lingkungan sebagai berikut:
Tingkat I : Konsentrasi dan waktu expose di mana tidak ditemui akibat
apa-apa, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Tingkat II : Konsentrasi di mana mungkin dapat ditemui iritasi pada panca
indera, akibat berbahaya pada tumbuh-tumbuhan, pembatasan penglihatan atau
akibat-akibat lain yang merugikan pada lingkungan (adverse level).
Tingkat III : Konsentrasi di mana mungkin timbul hambatan pada
fungsi-fungsi faali yang fital serta perubahan yang mungkin dapat menimbulkan
penyakit menahun atau pemendekan umur (serious level).
Tingkat IV : Konsentrasi di mana mungkin terjadi penyakit akut atau
kematian pada golongan populasi yang peka (emergency level).
Beberapa cara menghitung/memeriksa pengaruh pencemaran udara terhadap
kesehatan adalah antara lain dengan mencatat: jumlah absensi pekerjaan/dinas,
jumlah sertifikat/surat keterangan dokter, jumlah perawatan dalam rumah sakit,
jumlah morbiditas pada anak-anak, jumlah morbiditas pada orang-orang usia
lanjut, jumlah morbiditas anggotaanggota tentara penyelidikan pada penderita
dengan penyakit tertentu misalnya penyakit jantung, paru dan sebagainya.
Penyelidikan-penyelidikan ini harus dilakukan secara prospektif dan
komparatif antara daerah-daerah dengan pencemaran udara hebat dan ringan,
dengan juga memperhitungkan faktor-faktor lain yang mungkin berpengaruh
(misalnya udara, kebiasaan makan, merokok, data meteorologik, dan sebagainya).
Penyakit yang disebabkan oleh pencemaran udara
Penyakit-penyakit yang dapat disebabkan oleh pencemaran udara adalah:
1) Bronchitis kronika. Pengaruh pada wanita maupun pria kurang lebih sama.
Hal ini membuktikan bahwa prevalensinya tak dipengaruhi oleh macam pekerjaan
sehari-hari. Dengan membersihkan udara dapat terjadi penurunan 40% dari angka mortalitas.
2) Emphysema pulmonum.
3) Bronchopneumonia.
4) Asthma bronchiale.
5) Cor pulmonale kronikum.
Di daerah industri di Republik Ceko umpamanya, dapat ditemukan prevalensi
tinggi penyakit ini. Demikian juga di India bagian utara di mana penduduk
tinggal di rumah-rumah tanah liat tanpa jendela dan menggunakan kayu api untuk
pemanas rumah.
6) Kanker paru. Stocks & Campbell menemukan mortalitas pada nonsmokers
di daerah perkotaan 10 kali lebih besar daripada daerah pedesaan.
7) Penyakit jantung, juga ditemukan 2 kali lebih besar morbiditasnya di
daerah dengan pencemaran udara tinggi. Karbon-monoksida ternyata dapat
menyebabkan bahaya pada jantung, apalagi bila telah ada tanda-tanda penyakit
jantung ischemik sebelumnya. Afinitas CO terhadap hemoglobin adalah 210 kali
lebih besar daripada O2 sehingga bila kadar COI-Ib sama atau lebih besar dari
50%, akin dapat terjadi nekrosis otot jantung. Kadar lebih rendah dari itu pun telah
dapat mengganggu faal jantung. Scharf dkk (1974) melaporkan suatu kasus dengan
infark myocard transmural setelah terkena CO.
8) Kanker lambung, ditemukan 2 kali Iebih banyak pada daerah dengan
pencemaran tinggi.
9) Penyakit-penyakit lain, umpamanya iritasi mata, kulit dan sebagainya
banyak juga dihubungkan dengan pencemaran udara. Juga gangguan pertumbuhan anak
dan kelainan hematologik pernah diumumkan. Di Rusia pernah ditemukan hambatan
pembentukan antibodi terhadap influenza vaccin di daerah kota dengan tingkat
pencemaran tinggi, sedangkan di daerah lain pembentukannya normal.
Di Jepang sekarang secara resmi telah diakui oleh pemerintah pusat maupun
daerah, sejumlah 7 macam penyakit yang berhubungan dengan pencemaran (pollution
related diseases). yaitu:
·
Bronchitis
kronika
·
Asthma
bronchiale
·
Asthrnatik
bronchitis
·
Emphysema
pulmonum dan komplikasinya
·
Minamata
disease (karena pencemaran air dengan methyl-Hg)
·
Itai-itai
disease (karena keracunan cadmium khronik)
·
Chronic
arsenik poisoning (pencemaran air dan udara di tambangtambang AS).
Orang-orang dengan keterangan sah menderita penyakit ini, yang dianggap
disebabkan oleh salah satu macam bahaya pencemaran, akan mendapat kompensasi
akibat kerugian dan biaya perawatan dari penyakitnya oleh polluters.
Pengolahan Limbah Gas
Ada beberapa metode yang telah dikembangkan untuk penyederhanaan buangan
gas. Dasar pengembangan yang dilakukan adalah absorbsi, pembakaran, penyerap
ion, kolam netralisasi dan pembersihan partikel.
Pilihan peralatan dilakukan atas dasar faktor berikut:
– Jenis bahan pencemar (polutan)
– Komposisi
– Konsentrasi
– Kecepatan air polutan
– Daya racun polutan
– Berat jenis
– Reaktivitas
– Kondisi lingkungan
Desain peralatan disesuaikan dengan variabel tersebut untuk memperoleh tingkat
efisiensi yang maksimum.
Kesulitannya sering terbentuk pada persediaan alat di pasaran.
Pilihan desain yang diinginkan tidak sesuai dengan kondisi limbah, sebab
itu harus dibentuk desain baru. Kemampuan untuk mendesain peralatan membutuhkan
keahlian tersendiri dan ini merupakan masalah tersendiri pula.
Di samping itu ada faktor lain yang harus dipertimbangkan yaitu nilai
ekonomis peralatan. Tidakkah peralatan mencakup sebagian besar investasi yang
tentu harus dibebankan pada harga pokok produksi. Permasalahannya bahwa
ternyata kemudian biaya pengendalian menjadi beban konsumen.
Atas dasar pemikiran ini maka pilihan teknologi .pengolahan harus merupakan
kebijaksanaan perlindungan konsumen baik dari sudut pencemaran itu sendiri
maupun dari segi biaya.
Pada umumnya jenis pencemar melalui udara terdiri dari bermacam-macam
senyawa kimia baik berupa limbah maupun bahan beracun dan berbahaya yang
tersimpan dalam pabrik.
Limbah gas, asap dan debu melalui udara adalah:
1. Debu : Berupa padatan halus
2. Karbon monoksida : Gas tidak berwarna dan tidak berbau
3. Karbon dioksida : Gas, tidak berwarna, tidak berbau
4. Oksida nitrogen : Gas, berwarna dan berbau
5. Asap : Campuran gas dan partikel berwarna hitam: CO2 dan SO2
6. Belerang dioksida : Tidak berwarna dan herbau tajam
7. Soda api : Kristal
8. Asam chlorida : Berupa larutan dan uap
9. Asam sulfat : Cairan kental
10. Amoniak : Gas tidak berwarna, berbau
11. Timah hitam : Gas tidak berwarna
12. Nitro karbon : Gas tidak berwarna
13. Hidrogen fluorida : Gas tidak berwarna
14. Nitrogen sulfida : Gas, berbau
15. Chlor : Gas, larutan dan berbau
16. Merkuri : Tidak berwarna, larutan.
mana daftar pustakanya? setiap kutipan harus disertai sumbernya supaya tidak dianggap sebagai plagiator
BalasHapus