Rabu, 07 Januari 2015

S1-Kesmas-2014-Amalia Tartila : tugas 3 Serba Serbi Kesehatan Lingkungan



Amalia tartila
Tugas 3 serba-serbi kesling
Pengelolaan dan penanggulangan Limbah di sekitar kita
Dari mana sih limbah itu? Mengapa limbah sangat menggangu? Adakah nilai positif dari limbah? Apa saja upaya pengelolaan limbah di rumah sakit? Disini kami akan menjelaskan sedikit tentang limbah.
Jutaan jenis sumber penyakit setiap saat mengancam lingkungan kita. Sebagiannya berasal dari limbah, baik limbah industri, limbah rumah tangga maupun limbah rumah sakit. Penelitian dan pencarian solusi terus dilakukan. Tantangan ke depan adalah bagaimana mendaur ulang limbah yang ditakuti menghasilkan bahan yang dibutuhkan.

Pengertian limbah
Limbah adalah sisa/buangan dari suatu usaha dan/atau kegiatan manusia. (PP No. 18 Tahun 1999 Jo PP 85/1999).
Limbah dapat dikelompokkan berdasarkan materi penyusunnya, jenis, wujud, sumbernya, dan kemampuannya untuk didaur ulang.

Pembagian limbah berdasarkan materi penyusunnya :
1. Unsur /atom. Contoh : mercury (Hg), timbal (Pb), arsen (As), kadmium (Cd), iodin (I).
2. Molekul/senyawa. Contoh : karbondioksida (CO2), karbonmonoksida (CO), sulfur dioksida (SO2), nitrogen dioksida (NO2).
3. Campuran/gabungan. Contoh : pasir, lumpur, tanah lempung.

Pembagian limbah berdasarkan jenisnya :
1. Limbah organik. Yaitu limbah yang berasal dari makhluk hidup dan mudah membusuk/diuraikan mikroorganisme. Contoh : sisa makanan, sisa sayuran, bangkai binatang, dll.
2. Limbah anorganik. Yaitu limbah yang tidak berasal dari makhluk hidup dan sulit membusuk/sulit diuraikan mikroorganisme. Contoh : plastik, logam, kaca, dll.
3. Limbah khusus (B3). Yaitu sisa suatu kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan beracun, yang karena sifat dan atau konsentrasinya, baik secara langsung maupun tak langsung merusak lingkungan hidup, kesehatan, maupun manusia. (PP RI No. 18/1999).

Limbah B3 memiliki karakteristik antara lain :
a. Mudah terbakar (flammable), yaitu limbah yang jika berdekatan dengan api, percikan api, gesekan  atau sumber nyala lain akan mudah menyala atau terbakar dan bila telah menyala akan terus terbakar hebat dalam waktu lama.
b. Mudah meledak (explosive), yaitu limbah yang pada suhu dan tekanan standar (25oC, 760 mmHg) dapat meledak atau melalui reaksi kimia/fisika dapat menimbulkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak lingkungan sekitar.
c. Beracun (toxic), yaitu limbah  yang  mengandung pencemar  yang  bersifat  racun  bagi  manusia  atau lingkungan  yang  dapat  menyebabkan  kematian  atau sakit  yang  serius  apabila  masuk  ke  dalam  tubuh melalui pernafasan, kulit, atau mulut.
d. Mengiritasi (irritant), yaitu limbah yang memiliki sifat : Menyebabkan iritasi (terbakar) pada kulit; Menyebabkan  proses  pengkaratan  pada  lempeng baja  (SAE  1020)  dengan  laju  korosi  lebih  besar dari  6,35  mm/tahun  dengan  temperatur  pengujian 55 °C; Mempunyai  pH  sama  atau  kurang  dari  2  untuk limbah  bersifat  asam  atau  lebih  besar  dari  12,5 untuk yang bersifat basa.
e. Menginfeksi (infective), yaitu limbah yang mudah menimbulkan infeksi (masuknya bibit penyakit ke dalam tubuh sehingga menimbulkan gejala-gejala sakit) seperti : bagian tubuh manusia yang diamputasi; cairan dari tubuh manusia yang terkena infeksi; limbah dari laboratorium; limbah lainnya yang terinfeksi kuman penyakit yang dapat menular.
f. Menimbulkan kanker (carcinogenic).
g. Menimbulkan mutasi (mutagenic). Mutasi yaitu perubahan susunan genetik yang terjadi pada makhluk hidup yang disebabkan oleh faktor dari luar/dalam sehingga makhluk hidup tersebut memiliki sifat baru.
h. Menimbulkan kecacatan janin (teratogenic). simbol bahan kimia berbahaya.

Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang Pokok-Pokok Kesehatan menyebutkan bahwa setiap warga negara Indonesia berhak memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Oleh karena itu Pemerintah menyelenggarakan usaha-usaha pencegahan dan pemberantasan penyakit, pencegahan dan penanggulangan pencemaran, pemulihan kesehatan, penerangan dan pendidikan kesehatan pada rakyat dan lain sebagainya. Usaha peningkatan dan pemeliharaan kesehatan harus dilakukan secara terus menerus, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan. Sejalan dengan itu, perlindungan terhadap bahaya pencemaran lingkungan juga perlu mendapat perhatian khusus dan diharapkan mengalami kemajuan.
Makin disadari bahwa kegiatan rumah sakit (RS) yang sangat kompleks tidak saja memberikan dampak positif bagi masyarakat sekitarnya, tapi juga mungkin dampak negatif berupa cemaran akibat proses kegiatan maupun limbah yang dibuang tanpa pengelolaan yang benar. Limbah berupa virus dan kuman yang berasal dan Laboratorium Virologi dan Mikrobiologi dapat membahayakan kesehatan para petugas, pasien maupun masyarakat. Sampai saat ini belum ada alat penangkalnya sehingga sulit dideteksi. Selain itu, limbah cair, limbah padat dan limbah gas yang dihasilkan RS dapat pula menjadi media penyebaran gangguan atau penyakit, berupa pencemaran udara, pencemaran air, tanah, pencemaran makanan dan minuman.
Pengelolaan limbah RS yang tidak baik akan memicu resiko terjadinya kecelakaan kerja dan penularan penyakit dari pasien ke pekerja, dari pasien ke pasien, dari pekerja ke pasien, maupun dari dan kepada masyarakat pengunjung RS. Tentu saja RS sebagai institusi yang sosio-ekonomis karena tugasnya memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, tidak terlepas dari tanggung jawab pengelolaan limbah yang dihasilkan.
Untuk menjamin keselamatan dan kesehatan awak RS maupun orang lain yang berada di lingkungan RS dan sekitarnya, Pemerintah (dhi Depkes) telah menyiapkan perangkat lunak berupa peraturan, pedoman dan kebijakan yang mengatur pengelolaan dan peningkatan kesehatan di lingkungan RS, termasuk pengelolaan limbah RS.
Di samping itu secara bertahap dan berkesinambungan Depkes juga telah mengupayakan instalasi pengelolaan limbah pada RS-RS pemerintah. Namun pengelolaan limbah tersebut masih perlu ditingkatkan lagi. Tantangan ke depan adalah bagaimana "menyulap" limbah yang semula menjadi sumber penyakit yang ditakuti masyarakat menjadi bahan yang dapat didaur ulang, misalnya menjadi air bersih, pupuk, atau energi yang dibutuhkan masyarakat.

Potensi pencemaran limbah RS

Dalam profil kesehatan Indonesia, Depkes, 1997, diungkapkan seluruh RS di Indonesia berjumlah 1090 dengan 121.996 tempat tidur. Hasil kajian terhadap 100 RS di Jawa dan Bali menunjukkan, rata-rata produksi sampah kering 3,2 kilogram/ tempat tidur/hari, dan produksi limbah cair 416,8 liter/tempat tidur/hari. Di negara maju, jumlah limbah RS diperkirakan 0,5 -0,6 kilogram/tempat tidur/hari.
Analisis lebih jauh menunjukkan, produksi limbah padat 76,8 persen dan limbah infektius 23,2 persen. Diperkirakan secara nasional produksi sampah (limbah padat) RS sebesar 376.089 ton/hari dan produksi limbah cair 48.985,70 ton/hari. Dapat dibayangkan betapa besar potensi RS untuk mencemari lingkungan dan kemgngkinannya menimbulkan kecelakaan serta penularan penyakit.




Dampak terhadap kesehatan lingkungan

Limbah RS mengandung bermacam mikroorganisme bergantung pada jenis RS dan tingkat pengolahannya sebelum dibuang. Limbah cair RS dapat mengandung bahan organik dan anorganik yang umumnya diukur dengan parameter BOD, COD, TSS, dan lain-lain. Sedangkan limbah padat RS terdiri atas sampah yang mudah membusuk, mudah terbakar, dan Iain-lain. Limbah-limbah tersebut kemungkinan besar mengandung mikroorganisme pathogen atau bahan kimia beracun berbahaya . (B3) yang dapat menyebabkan penyakit infeksi dan dapat tersebar ke lingkungan RS gara-gara teknik pelayanan kesehatan yang kurang memadai, kesalahan penanganan bahan-bahan terkontaminasi dan peralatan, serta penyediaan dan pemeliharaan sarana sanitasi yang masih buruk.
Pembuangan limbah yang cukup besar ini paling baik jika dilakukan dengan memilah-milah limbah ke dalam pelbagai kategori dan masing-masing jenis kategori dibuang dengan cara yang berbeda. Prinsip umum pembuangan limbah RS adalah sejauh mungkin menghindari resiko kontaminsai dan trauma (injury).
Jenis-jenis limbah RS meliputi limbah klinik, limbah bukan klinik, limbah patologi, limbah dapur, dan limbah radioaktif. Limbah Klinik dihasilkan selama pelayanan pasien secara rutin, pembedahan dan di unit-unit resiko tinggi. Contohnya perban (pembalut) yang kotor, cairan badan, anggota badan yang diamputasi, jarum dan semprit bekas, kantung urin dan produk darah. Limbah ini mungkin berbahaya dan mengakibatkan resiko tinggi infeksi kuman terhadap pasien lain, staf rumah sakit dan populasi umum (pengunjung RS dan penduduk sekitar RS). Oleh karena itu perlu diberi label yang jelas sebagai resiko tinggi.
Limbah bukan klinik meliputi kertas-kertas pembungkus atau kantong dan plastik yang tidak berkaitan dengan cairan badan. Meskipun tidak menimbulkan resiko penyakit, limbah ini cukup merepotkan karena memerlukan tempat yang besar untuk mengangkut dan mambuangnya.
Limbah patologi juga dianggap beresiko tinggi dan sebaiknya di-otoklaf sebelum keluar dari unit patologi. Limbah ini pun harus diberi label biohazard.

Limbah dapur mencakup sisa-sisa makanan dan air kotor. Berbagai serangga seperti kecoa, kutu dan tikus merupakan gangguan bagi staf, pasien maupun pengunjung rumah sakit.

Limbah radioaktif walaupun tidak menimbulkan persoalan pengendalian infeksi di rumah sakit, pembuangannya secara aman perlu diatur dengan baik .



Upaya pengelolaan limbah RS

Pengolahan limbah pada dasarnya merupakan upaya mengurangi volume, konsentrasi atau bahaya limbah, setelah proses produksi atau kegiatan, melalui proses fisika, kimia atau hayati. Upaya pertama yang harus dilakukan adalah upaya preventif yaitu mengurangi volume bahaya limbah yang dikeluarkan ke lingkungan yang meliputi upaya mengurangi limbah pada sumbernya, serta upaya pemanfaatan limbah.
Program minimisasi limbah di Indonesia baru mulai digalakkan, bagi RS masih merupakan hal baru, yang tujuannya untuk mengurangi jumlah limbah dan pengolahan limbah yang masih mempunyai nilai ekonomis. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengungkapkan pilihan teknologi mana yang terbaik untuk pengolahan limbah, khususnya limbah berbahaya antara lain reduksi limbah (wasfe reduction), minimisasi limbah (waste minimization), pemberantasan limbah (waste abatement), pencegahan peF&emaran (waste prevention) dan reduksi pada sumbemya (source reduction).
Reduksi limbah pada sumbernya merupakan prioritas atas dasar pertimbangan antara lain meningkatkan efisiensi kegiatan, biaya pengolahannya relatif murah dan pelaksanaannya relatif mudah.

Berbagai cara yang digunakan untuk reduksi limbah pada sumbernya adalah:
1. House keeping yang baik, dilakukan demi menjaga kebersihan lingkungan dengan mencegah terjadinya ceceran, tumpahan atau kebocoran bahan serta menangani limbah yang terjadi dengan sebaik mungkin.
2. Segregasi aliran limbah, yakni memisahkan berbagai jenis aliran limbah menurut jenis komponen, konsentrasi atau keadaanya, sehingga dapat mempermudah, mengurangi volume, atau mengurangi biaya pengolahan limbah.
3. Preventive maintenance, yakni pemeliharaan/penggantian alat atau bagian alat menurut waktu yang telah dijadwalkan.
4. Pengelolaan bahan (material inventory), suatu upaya agar persediaan bahan selalu cukup untuk ; menjamin kelancaran proses kegiatan, namun tidak berlebihan sehingga tidak menimbulkan gangguan lingkungan, sedangkan penyimpanan agar tetap rapi dan terkontrol.
5. Pemilihan teknologi dan proses yang tepat untuk mengeluarkan limbah B3 dengan efisiensi yang cukup tinggi, sebaiknya dilakukan sejak awal pengembangan rumah sakit baru atau penggantian sebagian unitnya.
6. Penggunaan kantung limbah dengan warna berbeda untuk memilah-milah limbah di tempat sumbernya, misalnya limbah klinik dan bukan klinik. Kantung plastic cukup mahal, sebagai gantinya dapat digunakan kantung kertas yang tahan bocor, dibuat secara lokal sehingga mudah diperoleh. Kantung kertas ini dapat ditempeli strip berwarna, kemudian ditempatkan di tong dengan kode warna di bangsal dan unit-unit lain.

Teknologi pengolahan limbah

Teknologi pengolahan limbah medis yang sekarang jamak dioperasikan hanya berkisar antara masalah tangki septik dan insinerator (pembakaran). Keduanya sekarang terbukti memiliki nilai negatif besar. Tangki septik banyak dipersoalkan lantaran rembesan air dari tangki yang dikhawatirkan dapat mencemari tanah. Terkadang ada beberapa rumah sakit yang membuang hasil akhir dari tangki septik tersebut langsung ke sungai-sungai, sehingga dapat dipastikan sungai tersebut tercermari zat medis.
Insinerator, yang menerapkan teknik pembakaran pada sampah medis, juga bukan berarti tanpa cacat. Badan Perlindungan Lingkungan AS (United States Environmental Protection Agency -USEPA) menemukan teknik insenerasi merupakan sumber utama zat dioksin yang sangat beracun. Penelitian terakhir menunjukkan zat dioksin ini menjadi pemicu tumbuhnya kanker pada tubuh. Hal yang sangat menarik dari permasalahan ini adalah ditemukannya teknologi pengolahan limbah dengan metode ozonisasi, satu metode sterilisasi limbah cair rumah sakit yang direkomendasikan USEPA pada tahun 1999. Teknologi ini sebenarnya dapat juga diterapkan untuk mengelola limbah pabrik tekstil, cat, kulit, dan lain-lain.

Ozonisasi limbah medis

Limbah cair yang dihasilkan RS umumnya banyak mengandung bakteri, virus, senyawa kimia, dan obat-obatan yang dapat membahayakan bagi kesehatan masyarakat sekitar RS tersebut. Limbah dari laboratorium paling perlu diwaspadai. Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam proses uji laboratorium tidak bisa diurai hanya dengan aerasi atau activated sludge. Bahan-bahan itu mengandung logam berat dan infektius, sehingga harus disterilisasi atau dinormalkan sebelum "dilempar" menjadi limbah tak berbahaya. Foto rontgen misalnya, menggunakan cairan tertentu yang mengandung radioaktif yang cukup berbahaya. Setelah bahan ini digunakan. limbahnya dibuang.
Sebenarnya, proses ozonisasi telah dikenal lebih dari seratus tahun lalu. Proses ozonisasi pertama kali diperkenalkan pada tahun 1906 oleh Nies dari Prancis sebagai metode sterilisasi air minum. Penggunaan proses ozonisasi kemudian berkembang sangat pesat. Dewasa ini, metode ozonisasi mulai banyak digunakan untuk sterilisasi bahan makanan, pencucian peralatan kedokteran, hingga sterilisasi udara pada ruangan kerja di perkantoran.
Dengan pemanfaatan sistem ozonisasi ini pihak RS tidak hanya dapat mengolah iimbahnya tapi juga akan dapat menggunakan kembali air limbah yang telah terproses (daur ulang). Teknologi ini, selain efisiensi waktu juga cukup ekonomis, karena tidak memerlukan tempat instalasi yang luas.

TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR TEPAT GUNA
DEWATS adalah singkatan dari “Decentralized Wastewater Treatment system” atau sistem pengolahan air limbah terdesentralisasi. Selain sebagai nama teknologi pengolahan limbah cair tepat guna, DEWATS juga merupakan nama program kerjasama antara BORDA (Bremen Overseas Research and Development associate) Jerman dengan LPTP (Yayasan Lembaga Pengembangan Teknologi Pedesaan) Solo, BEST (Bina Ekonomi Sosial Terpadu) Tanggerang dan Bali Fokus, Bali. Sejak tahun 1994, DEWATS Indonesia telah melayani ratusan permintaan yang sebagian besar merupakan rumah sakit, masyarakat didaerah kumuh perkotaan, peternakan sapi dan agro industri yang menghasilkan air limbah dengan kadar organik tinggi semacam industri tahu-tempe.
Wakil BORDA untuk Indonesia, Andreas Ulrich mengingatkan kepada kepada seluruh pelaku yang bergerak di bidang lingkungan hidup, n. Ia melihat saat ini banyak pihak, khususnya LSM yang hanya dapat memetakan permasalahan, tapi lupa – atau tak mampu – memberikan solusi yang mendetail hingga teknis. Begitu pula halnya dengan halnya pengusaha-pengusaha yang sudah sadar dan ingin membangun IPAL. Mereka rata-rata bingung kepada siapa harus meminta tolong membuatkan IPAL yang tepat guna, effesien dan efektif baik dari segi investasi, konstruksi, perawatan maupun operasional.
Berkaca dari realitas yang dialami oleh Daud dan Basuki diatas, BORDA melalui program DEWATS Indonesia, berupaya meningkatkan kualitas lingkungan baik kepada masyarakat di perkampungan kumuh perkotaan dengan membangun sarana fasilitas umum maupun memberikan jasa pelayanan desain, supervisi dan pembangunan IPAL kepada pengusaha industri, kecil dan menengah yang membutuhkan.
Konstruksi pengolahan limbah cair DEWATS dikenal sebagai teknologi tepat guna, karena teknologi ini tidak memerlukan biaya operasional dan pemeliharaan yang tinggi. Bahkan beberapa “produk” pengolahan limbah DEWATS mampu menghasilkan gas metan yang berguna sebagai bahan bakar pengganti elpiji atau minyak tanah. Beberapa pengusaha tahu-tempe di Boyolali dan puluhan peternak sapi di Kabupaten Semarang telah merasakan manfaat biogas dari teknologi pengolahan limbah DEWATS ini.
Selain itu teknologi DEWATS juga dapat digunakan untuk mengolah limbah cair rumah sakit dan hotel. Tidak kurang 20 rumah sakit dan hotel di Jawa dan Bali telah membangun IPAL yang menggunakan teknologi DEWATS. Umumnya unit pengolahan limbah cair rumah sakit terdiri atas pengolahan anaerob dan aerob. sebagai pengolahan anaerob digunakan ABR (Anaerobik baffle reaktor), AF (Anaerobik Filter) dan HSF (Horisontal Sand Filter) sedangkan proses aerob terjadi pada kolam indikator.
Selain itu teknologi DEWATS juga dapat dipergunakan untuk mengolah limbah domestik yang berasal dari proses mandi, cuci dan kakus. Kota Tanggerang contohnya, dimana BEST berhasil mengembangkan CBS (Community Based Sanitation) di berbagai perkampungan kumuh. Sebagai salah satu mitra BORDA sejak tahun 1999 sampai dengan tahun 2003 ini, BEST berhasil membangun dan mengelola 25 unit MCK untuk masyarakat di perkampungan kumuh. MCK yang dibangun oleh BEST Tanggerang bukan sembarang MCK.
Apakah yang membuat MCK yang dibangun oleh BEST ini berbeda? “Setidaknya ada tiga komponen kelebihan MCK yang diberi nama MCK Plus++ ini ketimbang MCK biasa,” jelas Hamzah, Direktur Eksekutif BEST Tanggerang. Pada sebuah MCK Plus++ terdapat, pertama, pelayanan sanitasi untuk masyakarakat, seperti kamar untuk mandi dan toilet juga tempat khusus untuk mencuci. Kedua, MCP Plus++ menyediakan sarana air bersih dan terakhir ialah unit pengolahan limbah DEWATS yang terintegrasi berada dibawah struktur MCK tersebut. Tiga komponen keunggulan itulah yang kemudian direplikasi di beberapa wilayah lain seperti di Surabaya dan Bali.
Sebagai mitra BORDA yang paling muda, Bali Fokus baru akan melaksanakan pembangunan MCK di Banjar Sari, Ubung, Denpasar, Bali. “MCK di Banjar Sari ini akan diberi nama MCK Jempiring,” tutur Made Yudi Arsana, Pelaksana Program DEWATS di Bali Fokus. Pria lulusan ITS ini mengakui persiapan sosial di Banjar Sari membutuhkan waktu yang relatif lama. “Kami tidak ingin MCK di Banjar Sari menjadi monumen setelah dua tahun dioperasikan,” lanjutnya. Memang selama ini proyek perbaikan sanitasi di lingkungan kumuh yang dilaksanakan oleh pemerintah tidak pernah berumur panjang. Penyebab utamanya ialah proyek pemerintah tersebut sering tidak melibatkan masyarakat. Tanpa ada partisipasi aktif masyarakat jelas tidak akan menggugah rasa kepemilikan masyarakat terhadap fasilitas umum itu.
Maka tidak mengherankan jika program pengadaan fasilitas umum semacam MCK Plus++ atau MCK Jempiring ini membutuhkan persiapan sosial antara 2 sampai 6 bulan. Persiapan sosial di Banjar Sari saja membutuhkan waktu 6 bulan. Dimulai dari proses sosialisasi dengan masyarakat, penentuan lahan, desain MCK sampai dengan kesepakatan masyarakat untuk berkontribusi dalam perawatan dan pemeliharaannya. “Bahkan nama MCK Jempiringpun merupakan saran dari salah seorang anggota masyarakat,” tambah Yudi. Ia merencanakan medio Bulan September 2003 yang akan datang, MCK Jempiring sudah bisa beroperasional. Lebih lanjut pria yang masih membujang ini berjanji akan membantu masyarakat di pemukiman padat, pengusaha tahu-tempe, peternak sapi dan babi yang berminat dan siap berkontribusi untuk membangunkan IPAL.

PENANGANAN LIMBAH B3
Limbah B3 adalah limbah yang mengandung racun dan bahan berbahaya, yang mungkin secara langsung dan tidak langsung merusak atau mencemari lingkungan atau membahayakan kehidupan atau kesehatan manusia. Contoh kasus yang paling hangat adalah Kasus Buyat di Sulawesi, dampak yang diakibatkan dari pencemaran lingkungan yang disinyalir dari buangan proses sebuah industri pertambangan mengakibatkan rusaknya eksosistem (pencemaran terhadap ikan dan air) serta mengakibatkan sejumlah penyakit di masyarakat sekitar.
Aspek paling penting dalam pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) adalah aspek pertanggungjawaban hukum (law liability). Pada limbah B3, selain hasil akhir, cara pengelolaan juga harus memenuhi peraturan yang berlaku. Untuk itu, diperlukan sebuah pendalaman terkait dengan konsep pengelolaan limbah B3 dan aspek-aspek hukum pengelolaan limbah B3 sehingga menciptakan lingkungan yang bersih dan nyaman dimana alam dan mahluk hidup dapat hidup berdampingan dengan berusaha menanggulangi unsur-unsur kehidupan mahluk hidup.

Rumah sakit sebagai sarana di bidang kesehatan yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan serta sebagai tempat pendidikan bagi tenaga kesehatan dan penelitian merupakan salah satu sumber penghasil limbah B3 yang bersifat infeksius, patologis, kimia, benda-benda tajam, limbah farmasi, limbah citotoksik dan limbah radioaktif yang pada umumnya belum mendapatkan penanganan yang baik.
 Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan sistem penanganan limbah B3 di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang tahun 2004, mengidentifikasi sumber dan karakteristik limbah B3 pada masing-masing sumber limbah di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang, mengetahui kuantitas limbah yang dihasilkan dan membandingkan kegiatan penanganan limbah B3 di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum dengan standar yang ada. Peraturan yang digunakan meliputi Peraturan Pemerintah RI No 74 tahun 2001, Keputusan Kepala Bappedal No 01/09/95 tentang bahan berbahaya dan beracun, Keputusan Kepala Bappedal No 02/09/95 tentang dokumen limbah B3, Keputusan KEpal Bappedal No 03/09/95 tentan persyaratan teknis pengolahan limbah B3 dan Keputusan Kepala Bappedal No 05/09/95 tentang simbol dan label limbah B3.
 Penelitian ini mrupakan penelitian kualitatif dengan metode deskriptif. Pengumpulan data dengan menggunakan teknik observasi sistematis dan wawancara mendalam (indepth interview), sedangkan analisa data diolah dengan teknik kualitatif untuk menggambarkan upaya penanganan limbah B3 di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang yang selanjutnya dibadingkan dengan peraturan.
 Hasil penelitian menunjukkan bahwa Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang menghasilkan limbah B3 padat rata-rata 32,5 kg/hari. Limbah tersebut diolah dengan insinerator. Upaya penanganan limbah B3 mulai dari pewadahan/pengemasan, penyimpanan, pengangkutan dan pengolahan belum dilakukan dengan baik. Terdapat beberapa kekurangan di berbagai tahapan seperti proses pewadahan, tempat penyimpanan dan proses pengangkutan yang tidak sesuai.

Pembagian limbah berdasarkan bentuk/wujudnya :
1. Limbah Padat. Sering juga disebut sampah. Limbah padat diklasifikasikan menjadi 6 yaitu :
a. Sampah organik mudah busuk (garbage), contoh : sisa makanan, sampah sayuran, kulit buah-buahan.
b. Sampah anorganik dan organik tak membusuk (rubbish), contoh : selulosa, kertas, plastik, kaca, logam.
c. Sampah abu (ashes), contoh : abu hasil pembakaran sampah.
d. Sampah bangkai binatang (dead animal), contoh : bangkai tikus, ikan, dan binatang ternak yang mati.
e. Sampah sapuan (street sweeping), contoh : daun yang rontok dari pohon, kertas, plastik.
f. Sampah industri (industrial waste), contoh : ampas tahu pada industri tahu.
2. Limbah Cair. Yaitu segala jenis limbah yang berwujud cairan berupa air beserta bahan-bahan buangan lain yang tercampur (tersuspensi) maupun terlarut dalam air. Limbah cair diklasifikasikan menjadi 4 kelompok :
a. Limbah cair domestik (domestic waste water), yaitu limbah cair hasil buangan dari perumahan (rumah tangga), perkantoran, bangunan perdagangan, dan sarana sejenis. Contoh : air deterjen sisa cucian.
b. Limbah cair industri (industrial waste water), yaitu limbah cair hasil buangan industri. Contoh : air sisa cucian daging, buah dan sayur dari industri pengolahan makanan, cairan sisa pewarna tekstil dari industri tekstil.
c. Rembesan dan luapan (infiltration and inflow), yaitu limbah cair yang berasal dari berbagai sumber yang memasuki saluran pembuangan limbah cair melalui rembesan ke dalam tanah atau melalui luapan dari permukaan. Contoh : luapan air buangan talang atap, pendingin ruangan, pertanian atau perkebunan.
d. Air hujan (storm water), yaitu limbah cair yang berasal dari aliran air hujan di atas permukaan tanah.
3. Limbah Gas. Contoh : CO, CO2, NOx, SOx, HCl, H2SO4, NH3, HF, Cl2, CH4.

Pembagian limbah berdasarkan sumbernya :
1. Limbah domestik, yaitu limbah yang berasal dari kegiatan rumah tangga, termasuk juga restoran, rumah makan, dan gedung perkantoran.
Contoh : sisa makanan, sisa sayuran, kertas, kaleng, plastik, air sabun, deterjen, faeces dan urin.
2. Limbah industri, yaitu limbah yang dihasilkan dari kegiatan/proses industri.
Contoh : sisa logam, kertas, logam berat, gas hasil pembakaran, dll.
3. Limbah pertanian, yaitu limbah yang dihasilkan dari kegiatan pertanian dan perkebunan.
Contoh : limbah pupuk, pestisida, sisa tumbuhan.
4. Limbah pertambangan, yaitu limbah yang dihasilkan dari kegiatan pertambangan.
Contoh : logam, batuan, logam berat, ceceran minyak/bahan bakar.

Baku mutu lingkungan
Yaitu ukuran batas/kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup. (UU RI No. 23 Tahun 1997)

Baku mutu lingkungan juga dapat diartikan sebagai ambang batas/batas kadar maksimum suatu zat/komponen yang diperbolehkan berada di lingkungan agar tidak menimbulkan dampak negatif.

Tabel baku mutu lingkungan beberapa jenis limbah.
Jenis limbah Baku mutu lingkungan 
Mercury          0,001 mg/l 
Arsenik          0,01 mg/l 
Boron          0,3 mg/l 
Kadmium          0,003 mg/l 
Tembaga          2 mg/l 
Sianida           0,07 mg/l

 Jenis-jenis Limbah
1. Pengelompokan Limbah Berdasarkan Sumbernya
a. Limbah domestik (rumah tangga)
Limbah domestik adalah limbah yang berasal dari kegiatan pemukiman penduduk (rumah tangga) dan kegiatan usaha seperti pasar, restoran, dan gedung perkantoran.
b. Limbah industri
Limbah industri merupakan sisa atau buangan dari hasil proses industri.
c. Limbah pertanian
Limbah pertanian berasal dari daerah atau kegiatan pertanian maupun perkebunan.
d. Limbah pertambangan
Limbah pertambangan berasal dari kegiatan pertambangan. Jenis limbah yang dihasilkan terutama berupa material tambang, seperti logam dan batuan.
e. Limbah pariwisata
Kegiatan wisata menimbulkan limbah yang berasal dari sarana transportasi yang membuang limbahnya ke udara, dan adanya tumpahan minyak dan oli yang dibuang oleh kapal atau perahu motor di daerah wisata bahari.
f. Limbah medis
Limbah yang bersal dari dunia kesehatan atau libah medis mirip dengan sampah domestik pada umumnya. Obat-obatan dan beberapa zat kimia adalah contoh limbah medis.

2. Pengelompokan Limbah Berdasarkan Jenis Senyawanya
a. Limbah organik
Limbah organik merupakan limbah yang berasal dari makhluk hidup (alami) dan sifatnya mudah membusuk/terurai.
b. Limabah anorganik
Limbah anorganik merupakan segala jenis limbah yang tidak dapat atau sulit terurai/busuk secara alami oleh mikroorganisme pengurai.
c. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
Limbah bahan berbahaya dan beracun adalah kelompok limbah yang secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan, membahayakan lingkungan, kesehatan dan kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya.
a) Definisi limbah B3 menurut BAPEDAL (1995)
Limbah B3 adalah setiap bahan sisa (limbah) suatu kegiatan proses produksi yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) karena sifat (toxicity, flammability, reactivity. dan corrosivity) serta konsentrasi atau jumlahnya tidak langsung dapat merusak, mencemarkan lingkungan, atau membahayakan kesehatan manusia.
b) Definisi limbah B3 menurut Peraturan Pemerintah RI NO. 18 Tahun 1999
B3 adalah semua bahan/senyawa baik padat, cair ataupun gasyang mempunya potensi merusak terhadap kesehatan manusia serta lingkungan akibat sifat-sifat yang dimiliki senyawa tersebut.

2) Sifat limbah B3
Dalam UU No. 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah, dikenal sampah spesifik, yaitu sampah yang karena sifat, konsentrasi, dan atau volumenya memerlukan pengelolaan khusus. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) mengandung satu atau lebih senyawa berikut ini :
- Mudah meledak (explosive)
- Pengoksidasi (oxidizing)
- Beracun (moderately toxic)
- Berbahaya (harmful)
- Korosif (corrosive)
- Bersifat mengiritasi (irritant)
- dll

3) Macam - macam limbah B3
Berdasarkan sumbernya, limbah B3 dikelompokkan menjadi :
a) Primary sludge
b) Chemicial sludge
c) Excess actived sludge
d) Digested sludge
Berdasarkan karakteristiknya tersebut, limbah B3 dapat dikelompokkan sebagai berikut :
a) Limbah mudah meledak
b) Limbah mudah terbakar
c) Limbah reaktif
d) Limbah beracun
e) Limbah yang menyebabkan infeksi
f) Limbah yang bersifat korosif

4) Senyawa B3
Contoh limbah B3 antara lain logam berat seperti Al, Cr, Cd, Cu, Fe, Pb, Mn, Hg, dan Zn serta zat kimia seperti pestisida, sianida, sulfida, fenol, dan lain sebagainya.

5) Limbah B3 dalam rumah tangga
Contoh produk limbah rumah tangga berpotensi B3, yaitu sebagai berikut :
a) Dapur : pembersih lantai, kompor gas, pembersih kaca, plastik, racun tikus, dan bubuk pembersih.
b) Tempat cucian : pembersih, detergen, pembersih lantai, bahan pencelup, dan pembuka sumbat saluran air kotor.
c) Kamar mandi : aerosol, disifektan, hair spray, pewarna rambut, pembersih toilet, dan medicated shampoo.
d) Kamar tidur : kamper, obat anti nyamuk, baterai, cat kuku, dan pembersih.
e) Garasi dan gudang : oli dan aki mobil, minyak rem, catwax, pembesih karburator, cat dan tiner, lem, pembunuh tikus, semir sepatu, dan genteng asbes.
f) Ruang tamu : pembersih karpet, pembersih lantai, pembersih perabotan, pembersih kaca, pengharum ruangan.
g) Taman : pupuk dan insektisida.
h) Ruang makan : bumbu dan obat.

3. Pengelompokan Limbah Berdasarkan Wujudnya
a. Limbah padat
Limbah padat atau bisa disebut sampah merupakan limbah yang terbanyak di lingkungan. Istilah sampah diberikan kepada barang-barang atau bahan-bahan buangan rumah tangga atau pabrik yang tidak digunakan lagi atau tidak terpakai dalam bentuk padat.
b. Limbah cair
Menurut PP No. 82 Tahun 2001, limbah cair adalah sisa dari suatu hasil usaha atau kegiatan yang berwujud cair. Jenis-jenis limbah cair dapat digolongkan berdasarkan sifatnya, yaitu fisika dan sifat agregat, parameter logam, anorganik nonmetalik, organik agregat, dan mikroorganisme.
c. Limbah gas
Jenis limbah gas yang berada di udara terdiri dari bermacam-macam senyawa kimia. Misalnya, karbon monoksida (CO), karbon dioksida, nitrogen oksida, sulfur dioksida, asam klorida (HCl), amonia, metan, klorin.

4. Baku Mutu Lingkungan
Baku mutu lingkungan adalah ambang batas atau batas kadar maksimum suatu zat atau komponen yang diperbolehkan berada di lingkungan agar tidak menimbulkan dampak negatif. Baku mutu lingkungan mencakup baku mutu limbah padat, baku mutu air laut, baku mutu emisi, baku mutu limbah cair, dan baku mutu air pada sumber air.
#blogspot--id.blogspot.com/2013/10/...karateristik-dan-jenis-jenis.html
Limbah Gas
Pencemaran udara dapat disebabkan oleh sumber alami maupun sebagai hasil aktivitas manusia. Pada umumnya pencemaran yang diakibatkan oleb sumber alami sukar diketahui besarnya, walaupun demikian masih mungkin kita memperkirakan banyaknya polutan udara dan aktivitas ini. Polutan udara sebagai hasil aktivitas manusia, umumnya lebih mudah diperkirakan banyaknya, terlebih lagi jika diketahui jenis bahan, spesifikasi bahan, proses berlangsungnya aktivitas tersebut, serta spesifikasi satuan operasi yang digunakan dalam proses maupun pasca prosesnya. Selain itu sebaran polutan ke atmosfir dapat pula diperkirakan dengan berbagai macam pendekatan. Bagaimana cara memperkirakan banyaknya polutan yang keluar dari sistem operasi tertentu, serta pendekatan yang digunakan untuk memprediksi sebaran polutan tersebut ke atmosfir akan diuraikan pada pembahasan berikut ini.

Proses Pencemaran Udara
Semua spesies kimia yang dimasukkan atau masuk ke atmosfer yang "bersih" disebut kontaminan. Kontaminan pada konsentrasi yang cukup tinggi dapat mengakibatkan efek negatif terhadap penerima (receptor), bila ini terjadi, kontaminan disebat cemaran (pollutant).

Cemaran udara diklasifihasikan menjadi 2 kategori menurut cara cemaran masuk atau dimasukkan ke atmosfer yaitu: cemaran primer dan cemaran sekunder. Cemaran primer adalah cemaran yang diemisikan secara langsung dari sumber cemaran. Cemaran sekunder adalah cemaran yang terbentuk oleh proses kimia di atmosfer.

Sumber cemaran dari aktivitas manusia (antropogenik) adalah setiap kendaraan bermotor, fasilitas, pabrik, instalasi atau aktivitas yang mengemisikan cemaran udara primer ke atmosfer. Ada 2 kategori sumber antropogenik yaitu: sumber tetap (stationery source) seperti: pembangkit energi listrik dengan bakar fosil, pabrik, rumah tangga, jasa, dan lain-lain dan sumber bergerak (mobile source) seperti: truk, bus, pesawat terbang, dan kereta api.




Unsur-unsur Pencemar Udara
a. Karbon monoksida (CO)
`Pencemaran karbon monoksida berasal dari sumber alami seperti: kebakaran hutan, oksidasi dari terpene yang diemisikan hutan ke atmosfer, produksi CO oleh vegetasi dan kehidupan di laut. Sumber CO lainnya berasal dari sumber antropogenik yaitu hasil pembakaran bahan bakar fosil yang memberikan sumbangan 78,5% dari emisi total. Pencemaran dari sumber antropogenik 55,3% berasal dari pembakaran bensin pada otomotif.
b. Nitrogen oksida (NOx)
Cemaran nitrogen oksida yang penting berasal dari sumber antropogenik yaitu: NO dan NO2. Sumbangan sumber antropogenik terhadap emisi total ± 10,6%.
c. Sulfur oksida (SOX)
Senyawa sulfur di atmosfer terdiri dari H2S, merkaptan, SO2, SO3, H2SO4 garam-garam sulfit, garam-garam sulfat, dan aerosol sulfur organik. Dari cemaran tersebut yang paling penting adalah SO2 yang memberikan sumbangan ± 50% dari emisi total. Cemaran garam sulfat dan sulfit dalam bentuk aerosol yang berasal dari percikan air laut memberikan sumbangan 15% dari emisi total.
d. Hidrokarbon (HC)
Cemaran hidrokarbon yang paling penting adalah CH4 (metana) + 860/ dari emisi total hidrokarbon, dimana yang berasal dari sawah 11%, dari rawa 34%, hutan tropis 36%, pertambangan dan lain-lain 5%. Cemaran hidrokarbon lain yang cukup penting adalah emisi terpene (a-pinene p-pinene, myrcene, d-Iimonene) dari tumbuhan ± 9,2 % emisi hidrokarbon total. Sumbangan emisi hidrokarbon dari sumber antrofogenik 5% lebih kecil daripada yang berasal dari pembakaran bensin 1,8%, dari insineratc dan penguapan solvent 1,9%.
e. Partikulat
Cemaran partikulat meliputi partikel dari ukuran molekul s/d > 10 μm.
Partikel dengan ukuran > 10 μm akan diendapkan secara gravitasi dari atmosfer, dan ukuran yang lebih kecil dari 0,1 μm pada umumnya tidak menyebabkan masalah lingkungan. Oleh karena itu cemaran partikulat yang penting adalah dengan kisaran ukuran 0,1 - 10 μm. Sumber utama partikulat adalah pembakaran bahan bakar ± 13% - 59% dan insinerasi.
f. Karbondioksida (CO2)
Emisi cemaran CO2 berasal dari pembakaran bahan bakar dan sumber alami. Sumber cemaran antropogenik utama adalah pembakaran batubara 52%, gas alam 8,5%, dan kebakaran hutan 2,8%
g. Metana (CH4)
Metana merupakan cemaran gas yang bersama-sama dengan CO2, CFC, dan N2O menyebabkan efek rumah kaca sehingga menyebabkan pemanasan global. Sumber cemaran CH4 adalah sawah (11%), rawa (34%), hutan tropis (36%), pertambangan dll (5%). Efek rumah kaca dapat dipahami dari Gambar 30. Sinar matahari yang masuk ke atmosfer sekitar 51% diserap oleh permukaan bumi dan sebagian disebarkan serta dipantulkan dalam bentuk radiasi panjang gelombang pendek (30%) dan sebagian dalam bentuk radiasi inframerah (70%). Radiasi inframerah yang dipancarkan oleh permukaan bumi tertahan oleh awan. Gas-gas CH4, CFC, N2O, CO2 yang berada di atmosfer mengakibatkan radiasi inframerah yang tertahan akan meningkat yang pada gilirannya akan mengakibatkan pemanasan global.
h. Asap kabut fotokimia
Asap kabut merupakan cemaran hasil reaksi fotokimia antara O3, hidrokarbon dan NOX membentuk senyawa baru aldehida (RHCO) dan Peroxy Acil Nitrat (PAN) (RCNO5).
i.Hujan asam
Bila konsentrasi cemaran NOx dan SOX di atmosfer tinggi, maka akan diubah menjadi HNO3 dan H2SO4.
Adanya hidrokarbon, NO2, oksida logam Mn (II), Fe (II), Ni (II), dan Cu (II) mempercepat reaksi SO2 menjadi H2SO4.
HNO3 dan H2SO4 bersama-sama dengan HCI dari emisi HCI menyebabkan derajad keasaman (pH) hujan menjadi rendah <>

Pencemaran Udara Ambien
Kualitas udara ambien merupakan tahap awal untuk memahami dampak negatif cemaran udara terhadap lingkungan. Kualitas udara ambien ditentukan oleh: (1) kuantitas emisi cemaran dari sumber cemaran; (2) proses transportasi, konversi dan penghilangan cemaran di atmosfer.

Kualitas udara ambien akan menentukan dampak negatif cemaran udara terhadap kesehatan masyarakat dan kesejahteraan masyarakat (tumbuhan, hewan, material dan Iain-Iainnya)

Informasi mengenai efek pencemaran udara terhadap kesehatan berasal dari data pemaparan pada binatang, kajian epidemiologi, dan pada kasus yang terbatas kajian pemaparan pada manusia. Penelitian secara terus menerus dilakukan dengan tujuan:
(1) Menetapkan secara lebih baik konsentrasi dimana efek negatif dapat dideteksi,
(2) Menentukan korelasi antara respon manusia dan hewan terhadap cemaran,
(3) Mendapatkan informasi epidemiologi lebih banyak, dan
(4) Menjembatani gap informasi dan mengurangi ketidakpastian baku mutu yang sekarang diberlakukan.

Baku mutu kualitas udara lingkungan/ambien ditetapkan untuk cemaran yaitu: O3 (ozon), CO (karbon monoksida), NOX (nitrogen oksida), SO2 (sulfur oksida), hidrokarbon non-metana, dan partikulat. Baku Mutu Kualitas Udara Nasional Amerika (Tabel 13) yang telah dikaji oleh National Academics of Science and Environmental Protection Agency (NEPA) menetapkan baku mutu primer dan baku mutu sekunder.

Baku mutu primer ditetapkan untuk melindungi pada batas keamanan yang mencukupi (adequate margin safety) kesehatan masyarakat dimana secara umum ditetapkan untuk melindungi sebagian masyarakat (15- 20%) yang rentan terhadap pencemaran udara. Baku mutu sekunder ditetapkan untuk melindungi kesejahteraan masyarakat (material, tumbuhan, hewan) dari setiap efek negatif pencemaran udara yang telah diketahui atau yang dapat diantisipasi.

Berdasarkan baku mutu kualitas udara ambien ditentukan baku mutu emisi berdasarkan antisipasi bahwa dengan emisi cemaran dibawah baku mutu dan adanya proses transportasi, konversi, dan penghilangan cemaran maka kualitas udara ambien tidak akan melampaui baku mutunya. Salah satu contoh baku mutu emisi adalah untuk Pembangkit Daya Uap dengan Bahan Bakar Batubara.

Faktor emisi
Apabila sejumlah tertentu bahan bakar dibakar, maka akan keluar sejumlah tertentu gas hasil pembakarannya. Sebagai contoh misalnya batu bara yang umumnya. ditulis dalam rumus kimianya sebagai C (karbon), jika dibakar sempurna dengan 02 (oksigen) akan dihasilkan CO2 (karbon dioksida). Namun pada kenyataannya tidaklah demikian.

Ternyata untuk setiap batubara yang dibakar dihasilkan pula produk lain selain CO2, yaitu CO2 (karbon monoksida), HCHO (aldehid), CH4 (metana), NO2 (nitrogen dioksida), SO2 (sulfur dioksida) maupun Abu.

Produk hasil pembakaran selain CO2 tersebut, umumnya disebut sebagai polutan (zat pencemar).

Faktor emisi disini didefinisikan sebagai sejumlah berat tertentu polutan yang dihasilkan oleh terbakarnya sejumlah bahan bakar se/ama kurun waktu tertentu. Dari definisi ini dapat diketahui bahwa jika faktor emisi sesuatu polutan diketahui, maka banyaknya polutan yang lolos dari proses pembakarannya dapat diketahui jumlahnya persatuan waktu.

Sebaran polutan
Polutan yang diemisikan dari sistem akan tersebar ke atmosfer.
Konsentrasi polutan di udara sebagai hasil sebaran polutan dari sumber emisi dapat diperkirakan dengan berbagai pendekatan, diantaranya adalah dengan model kotak hitam (black box model), model distribusi normal Gaussian (Gaussian Model), dan model lainnya.

Plume rise (kenaikan kepulan asap)
Gerakan ke atas dari kepulan gas dari ketinggian cerobong (stack), hingga asap mengalir secara horisontal dikenal sebagai "plume rise" atau kenaikan kepulan asap. Kenaikan ini disebabkan adanya momentum akibat kecepatan vertikal gas maupun perbedaan suhu "flue gas" dengan udara ambien. Karena adanya plume rise ini, tinggi stack secara fisik tidak dapat digunakan pada persamaan Gauss.

Sebagai gantinya, tinggi stack perlu ditambah dengan tinggi kenaikan kepulan asap sehingga dikenal adanya tinggi stack efektif.

Korelasi Antara Pencemaran Udara dan Kesehatan
Pencemaran udara dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada manusia melalui berbagai cara, antara lain dengan merangsang timbulnya atau sebagai faktor pencetus sejumlah penyakit. Kelompok yang terkena terutama bayi, orang tua dan golongan berpenghasilan rendah yang biasanya tinggal di kota-kota besar dengan kondisi perumahan dan lingkungan yang buruk. Menelaah korelasi antara pencemaran udara dan kesehatan, cukup sulit. Hal ini karena:

1. Jumlah dan jenis zat pencemar yang bermacam -macam.
2. Kesulitan dalam mendeteksi zat pencemar yang dapat menimbulkan bahaya pada konsentrasi yang sangat rendah.
3. Interaksi sinergestik di antara zat-zat pencemar.
4. Kesulitan dalam mengisolasi faktor tunggal yang menjadi penyebab, karena manusia terpapar terhadap sejumlah banyak zat-zat pencemar yang berbahaya untuk jangka waktu yang sudah cukup lama.
5. Catatan penyakit dan kematian yang tidak lengkap dan kurang dapat dipercaya.
6. Penyebab jamak dan masa inkubasi yang lama dari penyakitpenyakit (misalnya: emphysema, bronchitis kronik, kanker, penyakit jantung).
7. Masalah dalam ekstrapolasi hasil percobaan laboratorium binatang ke manusia.

Terdapat korelasi yang kuat antara pencemaran udara dengan penyakit bronchitis kronik (menahun). Walaupun merokok hampir selalu menjadi urutan tertinggi sebagai penyebab dari penyakit pernafasan menahun akan tetapi sulfur oksida, asam sulfur, partikulat, dan nitrogen dioksida telah menunjukkan sebagai penyebab dan pencetusnya asthma brochiale, bronchitis menahun dan emphysema paru.
Hasil-hasil penelitian di Amerika Serikat sekitar tahun 70-an menunjukkan bahwa bronchitis kronik menyerang 1 di antara 5 orang laki-laki Amerika umur antara 40-60 tahun dan keadaan ini berhubungan dengan merokok dan tinggal di daerah perkotaan yang udaranya tercemar.
Hubungan yang sebenarnya antara pencemaran udara dan kesehatan ataupun timbulnya penyakit yang disebabkannya sebetulnya masih belum dapat diterangkan dengan jelas betul dan merupakan problema yang sangat komplek. Banyak faktor-faktor lain yang ikut menentukan hubungan sebab akibat ini. Namun dari data statistik dan epidemiologik hubungan ini dapat dilihat dengan nyata.

Pada umumnya data morbiditas dapat dianggap lebih penting dan berguna daripada data mengenai mortalitas. Apalagi penemuan-penemuan kelainan fisiologik pada kehidupan manusia yang terjadi lebih dini sebelum tanda-tanda penyakit dapat dilihat atau pun dirasa, sebagai akibat dari pencemaran udara, jelas lebih penting lagi artinya. Tindakan pencegahan mestinya telah perlu dilaksanakan pada tingkat yang sedini mungkin.

WHO Inter Regional Symposium on Criteria for Air Quality and Method of Measurement telah menetapkan beberapa tingkat konsentrasi pencemaran udara dalam hubungan dengan akibatnya terhadap kesehatan/ lingkungan sebagai berikut:

Tingkat I : Konsentrasi dan waktu expose di mana tidak ditemui akibat apa-apa, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Tingkat II : Konsentrasi di mana mungkin dapat ditemui iritasi pada panca indera, akibat berbahaya pada tumbuh-tumbuhan, pembatasan penglihatan atau akibat-akibat lain yang merugikan pada lingkungan (adverse level).
Tingkat III : Konsentrasi di mana mungkin timbul hambatan pada fungsi-fungsi faali yang fital serta perubahan yang mungkin dapat menimbulkan penyakit menahun atau pemendekan umur (serious level).
Tingkat IV : Konsentrasi di mana mungkin terjadi penyakit akut atau kematian pada golongan populasi yang peka (emergency level).

Beberapa cara menghitung/memeriksa pengaruh pencemaran udara terhadap kesehatan adalah antara lain dengan mencatat: jumlah absensi pekerjaan/dinas, jumlah sertifikat/surat keterangan dokter, jumlah perawatan dalam rumah sakit, jumlah morbiditas pada anak-anak, jumlah morbiditas pada orang-orang usia lanjut, jumlah morbiditas anggotaanggota tentara penyelidikan pada penderita dengan penyakit tertentu misalnya penyakit jantung, paru dan sebagainya.
Penyelidikan-penyelidikan ini harus dilakukan secara prospektif dan komparatif antara daerah-daerah dengan pencemaran udara hebat dan ringan, dengan juga memperhitungkan faktor-faktor lain yang mungkin berpengaruh (misalnya udara, kebiasaan makan, merokok, data meteorologik, dan sebagainya).

Penyakit yang disebabkan oleh pencemaran udara
Penyakit-penyakit yang dapat disebabkan oleh pencemaran udara adalah:

1) Bronchitis kronika. Pengaruh pada wanita maupun pria kurang lebih sama. Hal ini membuktikan bahwa prevalensinya tak dipengaruhi oleh macam pekerjaan sehari-hari. Dengan membersihkan udara dapat terjadi penurunan 40% dari angka mortalitas.
2) Emphysema pulmonum.
3) Bronchopneumonia.
4) Asthma bronchiale.
5) Cor pulmonale kronikum.
Di daerah industri di Republik Ceko umpamanya, dapat ditemukan prevalensi tinggi penyakit ini. Demikian juga di India bagian utara di mana penduduk tinggal di rumah-rumah tanah liat tanpa jendela dan menggunakan kayu api untuk pemanas rumah.
6) Kanker paru. Stocks & Campbell menemukan mortalitas pada nonsmokers di daerah perkotaan 10 kali lebih besar daripada daerah pedesaan.
7) Penyakit jantung, juga ditemukan 2 kali lebih besar morbiditasnya di daerah dengan pencemaran udara tinggi. Karbon-monoksida ternyata dapat menyebabkan bahaya pada jantung, apalagi bila telah ada tanda-tanda penyakit jantung ischemik sebelumnya. Afinitas CO terhadap hemoglobin adalah 210 kali lebih besar daripada O2 sehingga bila kadar COI-Ib sama atau lebih besar dari 50%, akin dapat terjadi nekrosis otot jantung. Kadar lebih rendah dari itu pun telah dapat mengganggu faal jantung. Scharf dkk (1974) melaporkan suatu kasus dengan infark myocard transmural setelah terkena CO.
8) Kanker lambung, ditemukan 2 kali Iebih banyak pada daerah dengan pencemaran tinggi.
9) Penyakit-penyakit lain, umpamanya iritasi mata, kulit dan sebagainya banyak juga dihubungkan dengan pencemaran udara. Juga gangguan pertumbuhan anak dan kelainan hematologik pernah diumumkan. Di Rusia pernah ditemukan hambatan pembentukan antibodi terhadap influenza vaccin di daerah kota dengan tingkat pencemaran tinggi, sedangkan di daerah lain pembentukannya normal.

Di Jepang sekarang secara resmi telah diakui oleh pemerintah pusat maupun daerah, sejumlah 7 macam penyakit yang berhubungan dengan pencemaran (pollution related diseases). yaitu:
·         Bronchitis kronika
·         Asthma bronchiale
·         Asthrnatik bronchitis
·         Emphysema pulmonum dan komplikasinya
·         Minamata disease (karena pencemaran air dengan methyl-Hg)
·         Itai-itai disease (karena keracunan cadmium khronik)
·         Chronic arsenik poisoning (pencemaran air dan udara di tambangtambang AS).

Orang-orang dengan keterangan sah menderita penyakit ini, yang dianggap disebabkan oleh salah satu macam bahaya pencemaran, akan mendapat kompensasi akibat kerugian dan biaya perawatan dari penyakitnya oleh polluters.

Pengolahan Limbah Gas
Ada beberapa metode yang telah dikembangkan untuk penyederhanaan buangan gas. Dasar pengembangan yang dilakukan adalah absorbsi, pembakaran, penyerap ion, kolam netralisasi dan pembersihan partikel.

Pilihan peralatan dilakukan atas dasar faktor berikut:
– Jenis bahan pencemar (polutan)
– Komposisi
– Konsentrasi
– Kecepatan air polutan
– Daya racun polutan
– Berat jenis
– Reaktivitas
– Kondisi lingkungan
Desain peralatan disesuaikan dengan variabel tersebut untuk memperoleh tingkat efisiensi yang maksimum.
Kesulitannya sering terbentuk pada persediaan alat di pasaran.

Pilihan desain yang diinginkan tidak sesuai dengan kondisi limbah, sebab itu harus dibentuk desain baru. Kemampuan untuk mendesain peralatan membutuhkan keahlian tersendiri dan ini merupakan masalah tersendiri pula.
Di samping itu ada faktor lain yang harus dipertimbangkan yaitu nilai ekonomis peralatan. Tidakkah peralatan mencakup sebagian besar investasi yang tentu harus dibebankan pada harga pokok produksi. Permasalahannya bahwa ternyata kemudian biaya pengendalian menjadi beban konsumen.
Atas dasar pemikiran ini maka pilihan teknologi .pengolahan harus merupakan kebijaksanaan perlindungan konsumen baik dari sudut pencemaran itu sendiri maupun dari segi biaya.
Pada umumnya jenis pencemar melalui udara terdiri dari bermacam-macam senyawa kimia baik berupa limbah maupun bahan beracun dan berbahaya yang tersimpan dalam pabrik.

Limbah gas, asap dan debu melalui udara adalah:
1. Debu : Berupa padatan halus
2. Karbon monoksida : Gas tidak berwarna dan tidak berbau
3. Karbon dioksida : Gas, tidak berwarna, tidak berbau
4. Oksida nitrogen : Gas, berwarna dan berbau
5. Asap : Campuran gas dan partikel berwarna hitam: CO2 dan SO2
6. Belerang dioksida : Tidak berwarna dan herbau tajam
7. Soda api : Kristal
8. Asam chlorida : Berupa larutan dan uap
9. Asam sulfat : Cairan kental
10. Amoniak : Gas tidak berwarna, berbau
11. Timah hitam : Gas tidak berwarna
12. Nitro karbon : Gas tidak berwarna
13. Hidrogen fluorida : Gas tidak berwarna
14. Nitrogen sulfida : Gas, berbau
15. Chlor : Gas, larutan dan berbau
16. Merkuri : Tidak berwarna, larutan.

















1 komentar:

  1. mana daftar pustakanya? setiap kutipan harus disertai sumbernya supaya tidak dianggap sebagai plagiator

    BalasHapus